Tuesday, October 14, 2008

Mencegah Premanisme Pelajar

Oleh :Sis Ariyanti
Guru SMP Al Hikmah Surabaya

Aksi premanisme yang dilakukan oleh pelajar kian memprihatinkan. Beberapa waktu yang lalu Geng Nero (Neko-neko dikeroyok) santer diberitakan di media massa karena melakukan penganiayaan terhadap anggotanya. Pelajar yang notabene merupakan agent of change (agen perubahan) belum mampu mengemban tugasnya dengan baik.

Geng Nero barangkali hanya salah satu potret dari sekian banyak geng yang ada di lingkungan sekolah. Kejadian ini mungkin juga pernah dialami oleh sekolah-sekolah lain. Namun, tidak terekspos dan dapat dicegah serta ditangani dengan baik oleh pihak sekolah.

Kecenderungan remaja untuk membentuk pear group harusnya disadari oleh guru. Apalagi pada usia SMP dan SMA. Keinginan itu sangat besar. Siswa biasanya berkelompok dengan teman-teman yang memiliki pandangan atau hobi yang sama dengan dirinya. Selama kegiatan mereka positif tentunya tidak masalah. Tapi, fakta yang ada di lapangan berkata sebaliknya. Dalam hal ini guru harus dapat "membaca" gerak-gerik setiap siswanya sehingga dapat dengan mudah "mencium" perilaku siswa-siswanya yang menyimpang atau tidak wajar.

Pencegahan
Sekolah sebagai institusi pencetak generasi bangsa tentu merasa sangat bertanggung jawab terhadap perilaku anak didiknya. Bukankah setiap sekolah ingin terkenal karena prestasi siswanya dalam berbagai kejuaraan bukan berita yang mencoreng nama baiknya?

Dalam upaya mencegah aksi serupa, ada beberapa hal yang dapat dilakukan pihak sekolah. Pertama, memperkuat pondasi diri anak didik dengan agama. Ketika anak didik kita memiliki pondasi agama yang kuat mereka tidak gampang terombang-ambing dan terpengaruh oleh hal-hal buruk.

Sebagai seorang guru, penulis sangat merasakan betul manfaatnya. Anak-anak pada dasarnya membutuhkan sentuhan-sentuhan rohani. Sehingga, saat ada masalah pada diri anak didik, guru dapat mengarahkan serta menyelesaikannya dengan mudah. Semua guru di sekolah penulis mengemban tugas sama yakni selain guru bidang studi yang diajarkan juga merangkap sebagai guru agama. Artinya, setiap guru yang mengajar wajib mengingatkan dan mengaitkan hal-hal yang diajarkan dengan Alquran, karena sekolah penulis adalah sekolah Islam.

Kedua, menjalin komunikasi yang baik dengan setiap siswa. Program curhat bersama dengan anak-anak yang dinamakan halaqoh sangat penting. Sekolah harus mengalokasikan waktu untuk program sharing ini. Setiap guru membawahi beberapa anak didik dan mendengarkan cerita serta keluh kesah dari anak-anak. Sehingga, guru dapat ikut merasakan apa yang sedang dialami oleh anak didiknya.

Harapan akhirnya guru tersebut dapat memberikan solusi terbaik untuk mereka. Dengan demikian, deteksi dini terhadap persoalan lebih besar dapat dilakukan melalui forum ini. Kita harus menghapus paradigma bahwa persoalan siswa di sekolah adalah tanggung jawab tim BK (konselor). Semua guru di sekolah adalah guru BK (konselor). Apabila guru menjumpai perilaku anak didik yang menyimpang dapat segera mengingatkannya. Jika, tidak mampu menanganinya baru mengomunikasikannya dengan konselor sekolah.

Ketiga, mengefektifkan peran walikelas. Sekolah perlu memberdayakan walikelas. Tugas walikelas tidak hanya rapat dengan walimurid atau membagikan rapor saja, tapi juga memantau perkembangan anak didiknya. Oleh karena itu, penting kiranya walikelas mendampingi anak-anak atau berada di dalam kelas ketika sedang tidak mengajar. Sehingga, walikelas dapat memantau dan mengetahui pembelajaran di kelas. Apabila terjadi konflik antar anak didik dapat segera tertangani dengan baik. Perkelahian yang sering terjadi di kelas seperti yang diungkapkan oleh Puspa (nama samaran) salah seorang siswi di Jakarta saat diwawancarai di TV One karena kurangnya pengawasan sekolah. Sehingga pihak sekolah tidak mengetahuinya.

Keempat, menjalin kerja sama dengan orang tua. Sekolah dapat mengadakan program buku penghubung dan home visit (kunjungan ke rumah walimurid). Buku penghubung ini diisi oleh orang tua dan walikelas. Setiap perkembangan anak baik di sekolah maupun di rumah dapat terpantau melalui buku ini. Sementara itu, home visit dimaksudkan untuk menjalin komunikasi dengan melakukan kunjungan ke rumah wali murid guna melakukan problem solvingterhadap perkembangan siswa baik di rumah maupun di sekolah.

Kelima, melarang stasiun televisi menayangkan sinetron yang berbau kekerasan. Bagaimanapun juga pengaruh televisi sangat besar terhadap perkembangan anak didik di sekolah. Penulis berharap agar pihak stasiun televisi lebih selektif dalam tayangannya, tidak hanya memikirkan permintaan pasar saja.

Salah satu sinetron remaja yang menyajikan tindak kekerasan pelajar yakni Cinta dalam Maut yang dibintangi aktor muda Rogger Danuarta yang ditayangkan oleh salah satu televisi swasta. Menurut penulis, potret remaja dalam sinetron tersebut sangat tidak pantas untuk dicontoh. Banyak hal baik dari pelajar kita yang dapat menjadi inspirasi para penulis skenario jika kekurangan ide dibandingkan cerita dengan tema yang tidak bermutu.

Jadikanlah setiap tayangan menjadi lahan untuk mengajak orang berbuat baik dan membawa Indonesia lebih baik. Akhirnya, penulis mengharapkan kerja sama berbagai pihak baik sekolah, orangtua, guru, dan segenap komponen masyarakat agar ikut andil dalam mencegah aksi premanisme pelajar. Apabila mengetahui tawuran pelajar mohon segera menginformasikan kepada sekolah yang bersangkutan.

0 comments:

 

WHEN SUHENG TALK... Template by Ipietoon Cute Blog Design