Sunday, February 10, 2008

Liberalisasi Pendidikan Kerisauan Seorang Mahasiswa

Pendidikan merupakan modal dasar membangun kompetensi, kemampuan, kepribadian, dan jati diri bangsa. Bangsa yang besar tentu tak bisa mengabaikan aspek pendidikan untuk meningkatkan martabat dan kekuatan eksistensinya di masa kini dan masa mendatang.
Melalui pendidikan, sebuah bangsa akan berproses 'menjadi'. Makna 'menjadi' ini jelas bertalian dengan capaian-capaian positif yang berdampak bagi bangkitnya kekuatan dan kesejahteraan bangsa. Namun apa mau dikata, pemerintah sepertinya jarang berpikir strategis untuk mengurusi pendidikan. Setiap kebijakan yang dirumuskan pemerintah dewasa ini lebih beraroma politik kekuasaan, bahkan mengutamakan keuntungan kaum kapital. Satu contoh mutakhir yang bisa disebut adalah dikeluarkannya Peraturan Presiden Nomor 76 dan 77 Tahun 2007.

Dalam Perpres tersebut, pendidikan dimasukkan dalam jenis bidang usaha yang terbuka untuk penanaman modal asing. Meskipun tertera syarat ketentuan maksimal tak lebih dari 49 persen, kebijakan tersebut tetap riskan dan mengundang bahaya. Kekhawatiran intervensi kepentingan asing dalam sektor pendidikan nasional tentu tidaklah mengada-ada jika Perpres tersebut dilaksanakan.

Di sisi lain, suara kontra terhadap Rancangan Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan (RUU BHP) juga masih menggema. Benar apa yang dikatakan Ketua Umum Majelis Luhur Tamansiswa, Ki Tyasno Sudarto, bahwa kebijakan pemerintah yang termanifestasikan dalam RUU BHP dan Perpres 76 dan 77 Tahun 2007 lebih bersemangatkan liberalisme, privatisasi, dan komersialisme (Kamis, 20/9/2007).

Dalam konteks pendidikan rakyat, kebijakan tersebut tentu tak segaris dengan cita-cita perjuangan untuk mengangkat harkat hidup dan martabat bangsa. Apa pasal? Ke depan, melambungnya biaya pendidikan akibat kebijakan pemerintah tersebut dimungkinkan sulit terbendung. Siapa pun pasti mafhum jika kaum pemilik modal tak ingin merugi. Bahkan, pendidikan sebagai proses pembudayaan dimungkinkan akan dikelola sebagaimana manajemen perusahaan.

Nah, apa yang akan terjadi kemudian? Efek lebih lanjut dari kebijakan tersebut adalah berpuluh-puluh juta penduduk miskin di negeri ini akan termarjinalkan akibat tak kuasa mengakses pendidikan sebagai upaya melakukan mobilitas vertikal. Selain matinya pendidikan rakyat, nation and character building juga akan mengalami nasib serupa. Bagaimana pun, keterjebakan sektor pendidikan dalam geliat kapitalisme tentu membutuhkan perlawanan signifikan. Liberalisasi dan privatisasi pendidikan tak boleh dibiarkan serta dianggap hanya sebagai angin lalu.

Hendra SugiantoroMahasiswa Universitas Negeri Yogyakarta (UNY)Kampus UNY, Karangmalang, Yogyakarta 55281( )

1 comments:

Anonymous said...

bisa tanya gak???
sebenarnya apa perbedaan mendasar dari liberlisasi pendidikan, privatisasi pendidikan dan komersialisasi pendidikan???
Ataukan dari ketiganya tersebut memiliki satu kesatuan makna????
Kemudian bagaimana menurut saudara, mengenai kondisi pendidikan di Indonesia, apakah sudah dapat digolongkan dalam ketiga makna tersebut???
mohon penjelasannya...

 

WHEN SUHENG TALK... Template by Ipietoon Cute Blog Design