Oleh:
Iwan Gunawan, S.Pd
(Guru SD Salman Al Farisi Bandung)
Pendahuluan
Mungkin banyak diantara kita (guru-guru) yang kebingungan mencari sumber belajar dan sumber informasi untuk menunjang proses pembelajaran ilmu sosial di sekolah dasar. Terkadang kita hanya terpaku dengan apa yang kita miliki saat ini yaitu buku paket. Memang kita tidak salah apabila menggunakan buku paket sebagai pegangan, karena buku paket memang sudah dirancang secara terstandar untuk memenuhi tuntutan kurikulum. Akan tetapi tahukah kita bahwa kurikulum sering ketinggalan dari perubahan-perubahan yang terjadi di masyarakat? Kurikulum menjadi barang yang mudah usang?. Pertanyaan-pertanyaan tersebut menuntut kita untuk selalu memperbaharui diri, baik dari segi keilmuan maupun dari segi informasi-informasi penunjang pembelajaran ilmu sosial.
Kalau kita mau jujur dan ‘sedikit’ kreatif, sebenarnya betapa melimpahnya informasi yang bisa kita gunakan untuk proses pembelajaran ilmu sosial, salah satu diantaranya adalah pemanfaatan media cetak (koran dan majalah) dan video. Adalah satu kemustahilan apabila ada guru yang tidak pernah baca koran sama sekali atau tidak pernah melihat suatu kejadian unik di masyarakat yang bisa digunakan sebagai media pembelajaran. Lalu mengapa kita harus tinggal diam dengan informasi-informasi yang melimpah tersebut? Sekali lagi cobalah ‘sedikit’ kreatif dengan informasi yang ada di depan mata anda.
Ada suatu tradisi yang sudah menjadi suatu ‘primordial’ buat kita, bahwa koran dan majalah hanya digunakan pada saat anak-anak disuruh untuk membuat kliping. Cari – gunting – tempel dan serahkan pada guru, lalu ilmu apa yang bisa didapat oleh murid? Kemampuan menggunting dan menempel? Sungguh terlalu sederhana apabila anak-anak hanya mendapat hal tersebut, apa bedanya dengan anak TK? Cobalah kita kembangkan analisis anak-anak kita melalui kejadian-kejadian yang nyata di masyarakat. Biarkan mereka mengambil kesimpulan dari informasi yang mereka dapatkan di koran dan majalah. Biarkanlah mereka menganalisis suatu peristiwa menurut pandangan mereka sendiri. Andalah –sebagai guru- yang bertanggung jawab untuk mewujudkan hal tersebut.
Lalu ada pula suatu tradisi lain, bahwa video hanya dimanfaatkan untuk mendokumentasikan kegiatan saja, seperti kegiatan gebyar Muharram, KBM Lapangan, atau kegiatan-kegiatan lain. Video itu selanjutnya kita tonton, dan sesudah ditonton habislah perkara. Lalu apakah pernah terlintas dalam pikiran kita untuk menjadikan video sebagai bahan untuk menunjang pembelajaran? Kalau belum, apa yang menjadi hambatan anda? Mari kita belajar bersama-sama.
Berkreasi dengan koran dan majalah
Koran dan majalah sebagai salah satu sumber informasi yang selalu up to date, bisa memberikan banyak informasi penunjang pembelajaran anak. Selain itu pula karena sifatnya yang mengejar berita hangat, maka secara langsung atau tidak telah menuntut kita –sebagai pembaca- untuk selalu memperbaharui informasi yang kita miliki, mengikuti perkembangan berita di koran dan majalah tersebut.
Proses pembaharuan informasi yang demikian itu, bukan hanya milik orang dewasa, khususnya milik kita sebagai guru, melainkan harus dialihkan kepada peserta didik kita, agar mereka menjadi SDM yang selalu berhubungan dengan pengetahuan serta informasi yang masih segar.
Kita semua sepakat bahwa pembelajaran dan pendidikan apapun nilainya tidak berarti, apabila tidak dapat diterapkan secara praktis dalam kehidupan sehari-hari. Dengan perkataan lain, pembelajaran dan pendidikan tidak memiliki makna yang baik, jika tidak memiliki nilai praktis. Oleh sebab itu, pokok pembahasan suatu materi pelajaran jangan hanya tentang pengetahuan yang konseptual-teoritis semata, melainkan digali dari kehidupan sehari-hari, mulai dari lingkungan keluarga, pasar, jalanan, tempat hiburan dan lain sebagainya.
Dalam hal ini, nilai praktis itu disesuaikan dengan tingkat umur dan kegiatan peserta didik sehari-hari. Pengetahuan sosial yang praktis tersebut bermanfaat dalam mengikuti berita, mendegarkan radio, membaca berita di koran dan menghadapi permasalahan kehidupan sehari-hari.
Pembelajaran ilmu sosial dengan menggunakan koran dan majalah sebagai media penunjang yang diproses dan dikemas secara menarik, serta tidak terlepas dari kehidupan sehari-hari, secara langsung atau tidak memiliki nilai praktis serta strategis dalam mebina sumber daya manusia sesuai dengan kenyataan hidup hari ini dan juga untuk masa-masa yang akan datang.
Pemanfaatan koran dan majalah sebagai media penunjang, bisa dikemas dalam bentuk studi kasus (misalnya kasus korupsi dan kejahatan), studi banding (misalnya membandingkan tingkat kemajuan teknologi antar negara), studi analisis (misalnya mencari penyebab penyakit demam berdarah), dan bisa juga dikemas dalam bentuk public expose seperti majalah dinding dan majalah kelas. Jadi anak-anak bukan hanya bisa menggunting dan menempel saja, bukan?
Penggunaan media cetak akan mememberikan beberapa dampak positif.
Pertama, mengembalikan otoritas dan martabat sang guru, dimana guru mempunyai kebebasan berekpresi dan bereksperimen dengan kemampuannya, serta terlepas dari belenggu buku paket.
Kedua, membudayakan pengajaran multisarana dan multiarah.
Ketiga, meningkatkan minat baca murid. Minat baca murid akan terus stagnan selama murid dikondisikan harus berpedoman dan merasa cukup hanya dengan satu macam buku paket/pelajaran saja.
Proses nelajar mengajar selama ini, diakui atau tidak, cenderung didominasi oleh pengajaran searah, guru sebagai raja dan murid sebagai bawahan. Murid hanya dijadikan objek yang harus menerima apa-apa yang disampaikan oleh guru. Dengan memberi kebebasan kepada murid untuk mencari informasi pendukung, melalui berbagai media (salah satunya media cetak), maka akan membuka ruang untuk berdiskusi, berdialog dan berkomunikasi, sehingga proses belajar mengajar akan berlangsung secara dinamis, terbuka dan demokratis.
Satu gambar seribu makna
Kata diatas diambil dari ‘petuah’ para ahli multimedia tentang film. Benar tidaknya petuah tersebut memang masih perlu dibuktikan. Tetapi kalau kita suruh murid kita untuk menceritakan kembali suatu film yang ditontonnya, kita yakin –mudah-mudahan anda juga mendukungnya- anak-anak akan bisa menceritakan kembali ringkasan cerita tersebut, baik secara runut ataupun acak. Bahkan mereka terasa asyik, apabila diajak untuk menonton film, hingga lupa waktu.
Buku Harry Potter yang begitu tebal –terjual jutaan kopi di seluruh dunia- apabila dibaca akan membutuhkan waktu berhari-hari untuk memahami isi ceritanya. Tetapi ketika isi buku tersebut diwujudkan dalam bentuk film, kita –juga murid kita- hanya butuh waktu paling lama dua jam untuk memahami isi ceritanya, cukup efektif bukan? Dengan demikian ‘petuah’ para ahli multimedia boleh dikatakan 99 persen benar adanya, lalu bagaimana kalau seandainya ‘petuah’ tersebut dibawa kedalam proses belajar mengajar kita? Bisa tidak, ya? Jawabannya tergantung pada anda sendiri, mau atau tidak mewujudkannya dalam pembelajaran, susah? Kayaknya jangan menghukum diri sendiri dulu untuk hal ini.
Kita sebagai guru tidak usah idealis dalam pembelajaran untuk menghasilkan motion picture yang spektakuler sehebat film Gladiator, Troy, Musa atau Titanic. Kita bukan sutradara, kita hanya guru yang mempunyai kapasitas yang berbeda dengan sutradara. Cobalah kita amati lingkungan sekitar kita, ada pasar, ada jalan, ada masyarakat yang sedang bergotong royong, ada orang yang sedang melayat jenazah atau kejadian-kejadian lain. Mengapa kita biarkan semua peristiwa hidup itu berlalu begitu saja? Cobalah abadikan dengan Handycam, kamera digital atau camcorder kita. Anda tidak butuh sutradara, karena semua peristiwa itu berjalan apa adanya -menurut garis Sang Khalik-. Itulah sumber belajar yang tidak pernah habis.
Apabila kita mau sedikit berkreasi, cobalah gunakan program komputer sederhana untuk mengedit film anda dan memberi sedikit efek, supaya lebih menarik. Kita bisa menggunakan program penngolah video seperti Ulead Video Studi 9, Pinnacle Studi 8, VCD Cutter atau kalau sedikit profesional bisa digunakan program Adobe Premiere 7.
Ajaklah anak didik kita untuk melihat film hasil karya kita, dan lihatlah reaksinya. Apalagi kalau kita –sebagai gurunya- ada dalam film tersebut sebagai bintang utamanya. Pengalaman penulis dalam menggunakan film -yang dibuat sendiri- dalam pembelajaran ilmu sosial cukup memberikan respon yang menarik minat murid untuk mengikuti pembelajaran tersebut.
Film yang digunakan sebagai alat pembelajaran, telah melibatkan banyak aspek, selain pendengaran dan penglihatan, juga sering melibatkan perasaan, sebagaimana halnya kalau kita melihat yang menyedihkan, yang membuat kita terharu dan terkadang menitikan air mata. Film juga bisa menjadi alat yang paling efektif untuk mendemostrasikan suatu ketrampilan, misalnya pelajaran senam dan juga jual beli di pasar, dibandingkan dengan gambar mati. Lalu mengapa anda masih merasa bingung dengan sumber informasi? Ayo bergerak...ayo maju guru-guru Indonesia. ((http://keyanaku.blogspot.com)
Penulis
Iwan Gunawan, S.Pd
Guru SD Salman Al Farisi Bandung pada mata pelajaran ilmu sosial.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment