Thursday, April 3, 2008

Aku yang PALING BENAR

Kebenaran pada dasarnya adalah milik Allah SWT, begitu pula dengan hak menghakimi dan mengaku kebenarannya. Akan tetapi, tampaknya pada saat ini manusia telah diliputi oleh kesombongannya. Merasa diri lebih kaya, lebih pandai, lebih pintar dan lebih benar.
Kesombongan telah mengantarkan manusia untuk menjajah orang lain,menganggap rendah bangsa kulit berwarna (apartheid), dan yang paling paling parah mengaku dirinya ’tuhan’, karena ’akulah yang paling benar’.

Dogma, fanatisme dan keyakinan ’akulah yang paling benar’ telah menjadi virus yang merusak dan mengancam kehidupan manusia lain, sedangkan para pelakunya telah menganggap dirinya sebagai ’dewa penyelamat demokrasi’, ’penyelamat peradaban’,’pencipta perdamaian dunia’. Kenyataannya? Semua yang ada hanyalah penyebaran kebencian terhadap suatu kaum, penghinaan terhadap bangsa kulit berwarna, mencari ’popularitas politik’, dan eksploitasi bangsa yang miskin. Snouck Hugronje, Geert Wilders, Hitler dan Bush adalah contoh-contoh manusia yang merasa ’paling benar’ dengan tindakannya.

Film ‘Fitna’, ‘isu nuklir dan senjata pemusnah masal”, “holocaust (diragukan kebenarannya)” adalah karya-karya agungnya yang berselimut “kebenaran” dalam persepsinya..karena aku adalah yang “paling benar”.

KATROL nilai raport

Hari ini temanku uring-uringan, karena mendapat telepon dari orang tua siswa berkaitan dengan nilai raport anaknya yang tidak cukup untuk menembus batas masuk SBI (sekolah berwawasan internasional). Kalau cuma membicarakan nilai raport mungkin tidak jadi masalah. Akan tetapi urusan akan berbeda jika masalah yang dibicarakan adalah ”katrol nilai raport” supaya bisa menembus batas nilai masuk SBI.

Tragis memang, kejadian ini ada di sekolah yang berwawasan keagamaan –dimana nilai-nilai kejujuran dan akhlak mulia diagungkan-.Padahal dulu, ketika anaknya hendak masuk sekolah ini, hampir semua orang tua menjawab angket yang diberikan sekolah berkaitan dengan ’harapan orang tua dengan memasukannya ke sekolah’ ini, sebagian besar orang tua menjawab ’ingin menjadi anak yang soleh dan pintar’.

Hari ini, orang tua siswa telah mengingkari sebuah ’kebenaran’ berupa nilai raport asli anaknya, dan memberi contoh yang tidak dengan sebuah ’kebohongan’ pada anaknya dengan pengajuan ”katrol nilai” pada sekolahnya. Ini adalah sebuah keinginan yang mulia dari orang tua untuk memasukan anaknya ke sekolah yang bagus, dengan cara ’mengorbankan’ karakter baik anak yang telah dibina di sekolahnya dan ’menggadaikan’ sebuah kebenaran dengan kebohongan...katrol nilai!!

Anak yang soleh hanya akan tercipta dilandasan yang soleh, anak jujur akan terlahir dari sebuah landasan kejujuran...Ya Allah, Jadikanlah anakku yang memiliki bobot yang baik terhadap bumi dengan kalimat ’Laa ilaha illalaah”.

Sunday, March 30, 2008

Atas nama KEBEBASAN

Oleh: Iwan Gunawan
Guru SD Salman Al Farisi

Setiap orang pada dasarnya ingin mengecap kebebasan. Kebebasan pada dasarnya adalah anugrah dan fitrah dari sang Khalik. Dengan kebebasan, kita bias berekspresi, bekerja dan menentukan masa depan dengan tenang tanpa ada tekanan dan ancaman.

Kebebasan manusia bukanlah kebebasan tanpa aturan dan norma. Kebebasan manusia adalah kebebasan yang dibatasi oleh norma kehidupan, baik norma susila, norma bermasyarakat dan norma kehidupan lainnya.

Manusia adalah mahluk social, mahluk yang tidak bias hidup dan bergantung pada orang lain. Sehingga setiap tindak tanduk manusia harus pula memperhatikan orang lain.
Ketika suatu kebebasan dirinya diatasnamakan ‘hak saya’ dengan berlabel kebebasan pribadi, maka kekebasannya akan berubah menjadi ‘homo homini lupus’ manusia akan menjadi serigala bagi yang lain.

Ketika kita gencar mendukung aksi rancangan undang-undang anti pornographi, banyak mayarakat Indonesia yang mengatasnamakan ‘hak asasi manusia’ menolak undang-undang tersebut. Semua diatasnamakan ‘hak saya’ (hak untuk membuka aurat, hak memakai baju kurang kain, hak untuk memperlihatkan udel, hak untuk memperlihatkan (buah, maaf) dada dan tidak pernah diatasnamakan ‘kewajiban saya’ (kewajiban untuk memberi contoh yang baik, kewajiban untuk berbaju yang sopan dan menutup aurat, kewajiban untuk menghargai orang lain, dsb)

Banyak orang yang telah ‘menjadi’ lupus bagi orang lain. Sama halnya dengan Geert Wilders yang dengan paham ‘taklidisme’ dan paham kekebebasan murni berbuat apa saja untuk memojokkan suatu kaum, dengan tidak memperdulikan adanya ketersinggungan, rasa sakit hati dan mengancam kehidupan orang lain. Film ‘fitna’ yang tidak bermutu sebagai buah karya agungnya, telah menjadi ikon penyebaran fitnah atas nama ‘kebebasan’. Ia perlihatkan Islam sebagai agama kekerasan, pembunuh, penghancur martabat manusia, pengekang kekebabasan, terorisme…tapi ssttt..ini rahasia, ternyata si Geert Wilders itu salah seorang yang sangat dekat dengan Israel (mungkin juga ia punya darah Israel) dan sangat mendukung pembunuhan warga Palestina…lalu siapa yang jadi ‘real murder’..lempar fitnah sembunyi tingkah.

Tampaknya, kebebasan dia untuk berbuat seperti itu tidaklah menjadi sesuatu yang aneh, sebab apabila dilihat dari kultur dan sejarahnya, ternyata bangsa-bangsa Eropa dan Amerika adalah bangsa-bangsa penganut paham kebebasan. Mungkin kita masih ingat, atas nama penegakkan demokrasi dan perdamaian dunia sebagai kedok utamanya, bangsa-bangsa ini dengan seenaknya menjajah (invasi) Negara Afghanista, Irak dan yang sedang dalam ancaman dalah Negara Iran. Sesudah hancur dan tidak stabil negara yang dijajahnya, terus ditinggalkan begitu saja..habis manis sepah dibuang.

Sekali lagi, atas nama kebebasan pula, saya tulis artikel singkat ini. Kebebasanku adalah nuraniku, bukan ambisi butaku..

Don’t try this at home

Oleh: Iwan Gunawan
Guru SDI Salman Al Farisi Bandung

Pagi ini, sambil menyuapi anakku yang masih kecil, saya melihat sebuah iklan makanan ringan, kalau tidak salah ‘kue kering’. Dalam iklan tersebut diperlihat sekelompok anak dengan pakaian putih-putih ala pendekar dan oleh guru beladirinya setiap anak diharuskan untuk meliwati rintangan manusia yang sedang jongkok. Setelah saya cermati, dibagian bawah iklan tertera tulisan “jangan meniru adegan ini’. Secara sepintas, saya setuju dengan anjuran tersebut, sebab kalau ditiru bisa-bisa anak-anak kita jadi benjol kepalanya atau mungkin bonyok..ha..ha..ha. Tujuan dicantumkannya peringatan tersebut adalah bagus, supaya tidak terjadi kecelakaan pada anak-anak atau pemirsa yang menontonnya. Mungkin mengambil hikmah dari kejadian ‘SmackDown’ yang telah menelan banyak korban.

Tetapi setelah saya pikir dan renungkan, berapa banyak iklan yang memberi peringatan yang serupa? Berapa banyak iklan yang tidak mendidik, tetapi tidak pernah memberi peringatan untuk tidak ‘ditiru”? tampaknya hanya sedikit yang peduli pada penontonnya.

Saya sangat risih sekali melihat iklan kopi yang diperankan oleh wanita-wanita yang pamer aurat dan suara mendesah. Tetapi tak ada satupun peringatan dalam iklan tersebut, misalnya “dilarang meniru pakaian wanita yang pamer aurat’ atau ‘dilarang pamer aurat’. Tampaknya, bahaya yang ditimbulkan oleh ‘adegan melompati teman (loncat harimau)’ lebih kecil dan relative singkat efeknya dibandingkan dengan ‘pamer aurat’.

Pantas, kalau kita saat ini melihat banyak wanita yang dengan bangganya memperlihatkan auratnya…auratnya adalah sebuah kebanggaan. Oleh sebab itu, kita tidak menyalahkan ‘para pelaku’ pemerkosa secara sepihak, sebab mereka telah dicecoki dengan iklan ‘pengumbar aurat’ mulai dari minum kopi, sabun mandi, minuman energi sampai pelembab kulit.

Saya sangat setuju dengan diluncurkannya software pemblokir situs porno. Walaupun hasilnya belum bisa maksimal, minimal ada suatu keiginan untuk merubah karakter bangsa menjadi lebih baik. Tapi ngomong-ngomong, teman-teman pernah tidak untuk memprotes iklan yang berbau ‘syahwat’?
 

WHEN SUHENG TALK... Template by Ipietoon Cute Blog Design