Thursday, March 27, 2008

Seandainya Bisa Diprotet bersama Rosulullah

Terlalu vulgar, saya menulis judul artikel ini. Akan tetapi itulah keinginan dari hati saya yang paling dalam, betapa bahagianya jika sedandainya saya bisa dipotret bersama Rosulullah Muhammad SAW. Akan tetapi tampaknya keinginan itu tidak mungkin terkabulkan, sebab beliau telah lama meninggalkan kita dan kita tidak hidup sejaman dengan beliau.

Pada Tanggal 16 Maret 2008, saya bersama keluarga dipotret bareng bersama Zaenal Arief (Pemain PERSIB Bandung), alangkah bahagianya anakku bisa melihat pemain yang punya prestasi ini.

Zaenal Arief adalah sosok manusia biasa seperti kita yang diberi kelebihan dalam hal bermain bola, sehingga dengan kepiawannya bisa melambungkan namanya di seluruh Indonesia. Banyak orang yang merasa bahagia bisa dipotret bareng dengannya. Lalu kalau seandainya kita bisa berpotret bersama Rosulullah Muhammad SAW…wah tampaknya satu yang sangat luar biasa, karena beliau mahluk terindah dan tersoleh di muka bumi. Sampai Allah pun memuji ‘sesungguhnya pada diri Rosulullah itu telah ada suri teladan yang baik bagimu”. Rosulullah dipuji Allah, bukan karena tampannya, keluarganya, ataupun kekayaannya. Tetapi beliau dipuji karena akhlaknya yang terpuji. Beliau memiliki suri teladan yang baik (Good Character).

Tetapi sayangnya, keinginan untuk bisa dipotret bersama Rosulullah tidak akan bisa terkabul, karena tidak ada satupun ‘photographer’ yang jujur di muka bumi yang bisa memotret Rosulullah. Semua hanya bisa memotret Rosulullah dengan latar belakang yang sempit, kebencian yang mendalam, taklid buta, dan latar belakang potret suram lainnya. Bahkan ketika aku mencoba meminta untuk dilukiskan wajahnya, tak ada satupun yang bisa, semuanya sama…masih menggunakan latar belakang yang jelek. Ada yang menggunakan latar belakang terorisme, sex maniak, penghancur keluarga, dan latar jelek lainnya.

Ketika aku Tanya kepada para pelukisnya, ternyata semuanya hanya mengira-ngira, semuanya hanya menggunakan prasangka, semuanya hanya menggunakan dalil kebencian dan kemunafikan. Hanya Allahlah yang bisa memotret aku dengan Rosulullah.

Tuesday, March 25, 2008

Koruptor VS si Miskin

(gambar hanya ilustrasi)

Oleh: Iwan Gunawan
(Guru SD Salman Al Farisi)

Hari ini saya melihat pemandangan yang sangat tragis di sebuah stasiun televisi swasta, dimana seorang kakek yang sudah tua renta digiring ke markas polisi dengan tuduhan “mencuri uang” yang ada di kotak amal masjid. Tidak banyak memang uang yang diambilnya, hanya sebesar Rp 20.000. Akan tetapi perlakuan kasar dan tidak senonoh dari pihak keamanan dan masyarakat yang diterima oleh lelaki tua ini, sungguh tidak sebanding dengan uang yang diambilnya.

Sementara itu, di saluran TV lain saya melihat seorang tersangka korupsi “Mantan Bupati” yang menggasak uang Negara hingga miliaran rupiah, masih sempat dan bisa tersenyum sambil melambaikan tangan ketika memasuki mobil tahanan. Tak ada perlakuan kasar dan tidak senonoh, melainkan penjagaan yang ketat dari para petugas kepolisian…sungguh sangat ironis.

Pencuri uang di masjid adalah orang miskin yang jarang makan, yang sepatutnya menjadi tanggung jawab kita untuk membantunya, sebagaimana Rosulullah mengajarkan kepada kita untuk selalu mengingat orang yang kekurangan. Rosulullah selalu bertanya disaat akan makan “adakah orang yang masih lapar di daerah ini?”. Apabila ada, maka beliau menangguhkan makannya, dan mendahulukan orang yang lapar tersebut.

Koruptor adalah pencuri uang negara, adalah orang pintar yang dengan ilmunya berusaha sekuat tenaga dan ‘menghalalkan’ segala cara untuk memperkaya diri sendiri dan keluarganya. Ia tidak pernah kekurangan makan, bahkan boleh dikata ia berlebih makan hingga perutnya menjulur ke depan. Tetapi ia tidak puas dengan hartanya, sebagaiman dikatakan Rosulullah bahwa “manusia apabila diberi satu gunung emas, maka ia akan meminta gunung emas yang kedua, apabila diberi gunung emas kedua, ia minta gunung emas yang ketiga. Sesungguhnya manusia itu tidak akan pernah puas, hingga mulutnya disumpal dengan tanah (mati)”.

Betapa Pendidikan yang ditanamkan Rosulullah telah menjadi pijakan yang sangat berarti dalam membentuk manusia yang berkarakter mulia. Manusia yang selalu menyayangi dan menyantuni yang miskin, dan membenci para pejabat korup. Benarlah apa yang disampaikan Allah kepada umatNya bahwa Rosulullah Muhammad diutus hanya untuk ‘menyempurnakan akhlak’. Karena hanya dengan manusia-manusia yang memiliki akhlak yang baik, maka dunia ini akan terasa nyaman. Percaya atau tidak? Terserah anda, tapi yang jelas Indonesia adalah negara miskin yang dipenuhi oleh “orang-orang kaya”, begitu juga sebaliknya Indonesia adalah Negara kaya yang dipenuhi oleh orang-orang miskin..tapi inilah Indonesia. (tetoolplug.blogspot.com)

Monday, March 24, 2008

Film "Fitna" yang menfitnah

Belakangan ini, salah seorang anggota parlement Belanda(Geert Wilders) yang secara terang-terangan "membenci" terhadap Islam mengeluarkan suatu statement untuk menayangkan film "Fitna" ke wilayah Indonesia. Film ini pada dasarnya hanya untuk memancing kemarahan umat Islam di dunia umumnya dan Indonesia pada khususnya...Mungkin ini cara baru Belanda untuk menjajah Indonesia melalui Snocke Hugronje yang bermuka baru

Disaat kita (para pendidik) mengajarkan tentang toleransi antar umat beragama, saling menghargai dan saling menjaga keamanan, ternyata ada pihak yang tidak senang dengan ketenangan dan ketoleransian antar umat yang berbeda.

Kita -Bangsa Indonesia- adalah bangsa yang besar yang telah mengajarkan karakter yang baik untuk bangsanya, betapa "bhinneka tunggal ika" telah menjadi pedoman berbangsa yang sangat ampuh.

Sekali Indonesia tetap Indonesia, sekali tolak..tetap tolak film "fitna"...daripada nonton film yang tidak baik dan memecah persatuan dan kesatuan bangsa, lebih baik nonton film "ayat-ayat cinta"..karya Bangsa Indonesia

Sunday, March 23, 2008

Pendidikan Karakter Generasi Muda

Oleh : Kasdin Sihotang

Kami mahasiswa Indonesia bersumpah, bertanah air satu, tanah air tanpa penindasan. Kami mahasiswa Indonesia bersumpah, berbangsa satu, bangsa yang gandrung akan keadilan. Kami mahasiswa Indonesia bersumpah, berbahasa satu, bahasa tanpa kebohongan.

Sumpah Mahasiswa Indonesia Reformasi 98

Minggu, 28 Oktober 2007, merupakan hari penting bagi bangsa ini. Menjadi hari penting karena 79 tahun lalu pada tanggal yang sama generasi muda bangsa ini mengikrarkan rasa kesatuan. Unitas itu diungkapkan dalam tiga hal, yakni kesatuan dalam tanah air, kesatuan dalam bangsa, dan kesatuan dalam bahasa. Konvensi trilogi integralitas ini merupakan fakta sejarah yang tak terbantahkan bahwa generasi muda bangsa kala itu adalah generasi muda yang berkarakter.

Karakter seperti apa yang kaum muda Angkatan 28 nyatakan dalam Sumpah Pemuda? Menurut hemat penulis, sekurang-kurangnya tiga karakter yang mencuat di dalamnya. Pertama, karakter pemberani. Situasi pada waktu itu jelas kurang kondusif untuk menyatakan tekad yang bulat, apalagi untuk menggalang kebersamaan, yang tentunya upaya unitas ini dirasakan oleh kaum penjajah sebagai ancaman bagi eksistensi kekuasaannya.

Tetapi, keadaan terkungkung itu bukanlah hambatan bagi kaum muda mewujudkan semangatnya untuk bersatu. Justru situasi ini membangkitkan perasaan senasib dan sepenanggungan. Dengan demikian dapat dikatakan, meminjam pemikiran dialektis dari Hegel, kaum muda berjuang melawan tesis dengan antitesis. Tesisnya adalah upaya pemecah-belah dari penjajah terhadap bangsa ini, sedangkan antitesis adalah semangat untuk bersatu.

Terkait dengan butir pertama, karakter kedua adalah nasionalisme yang tangguh. Kala itu kaum muda menyadari betul bahwa kendati mereka berasal dari kelompok atau suku yang berbeda-beda dan berasal dari daerah yang berbeda-beda, namun mereka mengakui dirinya sebagai generasi bangsa yang senasib dan sepenanggungan. Lewat proses evolusi dunia pengajaran dan pendidikan model Barat, mereka menumbuhkan dan memekarkan akselerasi kesadaran nasional yang tinggi untuk merintis kemerdekaan bagi bangsanya.

Hal ini tentu bisa terwujudkan karena generasi 28 mampu mengalahkan naluri keberpihakannya pada kepentingan kelompok dan menempatkan kepentingan bersama sebagai skala prioritas. Di sinilah terlihat jelas semangat nasionalisme yang tangguh itu. Karena itulah mereka berani me- nyatakan tekad untuk bersatu dalam wilayah, dalam bangsa dan bahasa.

Karakter ketiga adalah intelektualis dan moralis. Intelektualis karena generasi 28 merintis refleksi serta debat tentang prinsip-prinsip dasar cita-cita kebangsaan dengan pikiran dan pengetahuan. Mereka tidak mau terjerembab dalam kubangan sikap yang dikhawatirkan oleh Julian Benda, yakni penghianatan intelektual demi kepentingan sesaat. Mereka justru mengkritisi sikap-sikap penjajah dan mendalami filsafat bangsa, masyarakat, dan negara yang dicita-citakan. Menjadi moralis, karena atas dasar solidaritas yang tinggi serta keberpihakan pada nilai-nilai mendasar kemanusiaan, mereka menyatakan perjuangan untuk melawan sang penindas dengan semangat yang sama.

Eksistensi Humanisme


Tiga karakter di atas menunjukkan bahwa kaum muda merupakan bagian integral dari perjuangan bangsa ini. Dalam bingkai ini, pengakuan akan peran serta mereka sangatlah penting. Namun, fakta partisipasi kaum muda dalam sejarah bangsa ini tidak hanya bersifat afirmatif, tetapi juga harus bersifat imperatif. Dengan kata lain, terhadap kaum muda, selain berani mengakui peran historisnya, perlu juga memperhatikan eksistensi humanismenya.

Kepedulian kita pada eksistensi kaum muda diwujudkan melalui pendidikan karakter. Karakter seperti apa yang perlu dihidupkan di kalangan generasi muda sekarang? Menurut hemat penulis, empat karakter penting berikut menjadi bagian pedagogi karakter itu.

Pertama, karakter perantau. Manusia perantau, meminjam istilah YB Mangunwijaya, adalah orang-orang yang menempatkan kerja keras, perjuangan serta usaha yang berkelanjutan sebagai prinsip hidup. Manusia seperti ini sadar akan keterbatasan dirinya. Karena kesadaran akan keterbatasan dirinya inilah maka nilai-nilai heroik menjadi bagian dari hidupnya. Hanya dengan modal keyakinan inilah dia mampu mengatasi keterbatasannya dan mampu membangun dunianya yang lebih humanis.

Menurut penulis bagi generasi muda sekarang karakter manusia perantau di atas sangat relevan. Kaum muda sekarang berhadapan dengan tantangan yang luar biasa berat. Penggunaan sumber daya alam yang tidak terkontrol serta kerusakan bumi yang semakin parah adalah realitas di hadapan mereka. Berhadapan dengan inilah mental manusia perantau sangat urgen. Dengan mental perantau itu mereka telah disiapkan menghadapi tantangan. Mereka tidak mudah menyerah.

Kedua, karakter intelektual. Generasi muda sekarang tentu tidak cukup dibekali dengan semangat juang yang tinggi serta kerja keras, melainkan juga perlu dibekali dengan pengetahuan yang memadai. Hal ini seiring dengan perkembangan zaman. Peter F Drucker telah mengingatkan kita bersama bahwa di era digital ini pengetahuan yang luas merupakan modal yang tak terhindarkan. Karena itulah semangat gemar membaca menjadi bagian penting dalam pendidikan karakter generasi muda.

Di era sekarang tuntutan ini merupakan tantangan besar. Kecanggihan teknologi justru telah membuat kaum muda lebih mencintai penemuan daripada pencarian. Tetapi, justru di tengah kultur pragmatisme ini karakter intelektual perlu mendapat perhatian.

Ketiga, karakter manusia otonom. Manusia otonom adalah orang yang memiliki prinsip yang jelas dalam hidupnya. Ia bukanlah orang yang mudah bimbang dan ragu terhadap keputusannya dan mudah tergiur dengan iming-iming kepuasan badaniah sesaat, melainkan memiliki pendirian yang teguh.

Menurut Immanuel Kant, otonomi merupakan sikap mendasar dalam diri manusia. Otonomi bersumber dari pengakuan kedirian. Karena itu sifatnya internal, muncul dari dalam setiap pribadi. Kebenaran bagi seorang yang otonom bersumber dari keyakinannya sendiri bahwa itu benar, bukan karena dikatakan orang lain bahwa itu benar. Namun, ini bukan berarti sikap otonom menafikan norma-norma, melainkan tetap menjadikannya bagian dari dasar pengambilan keputusan. Dengan demikian, bagi manusia otonom ada kesejajaran antara dimensi subyektif dan dimensi obyektif.

Dimensi subyektif adalah keyakinannya sendiri dan dimensi obyektif adalah sesuai dan sejalan dengan prinsip-prinsip atau norma etis yang berlaku di luar dirinya. Karakter ini perlu juga menjadi bagian dari pendidikan karakter kaum muda.

Keempat, karakter etis. Karakter ini terkait dengan karakter ketiga. Tekanan di sini adalah kebangkitan akan nilai-nilai moral di kalangan generasi muda. Kepada mereka diberikan modal yang kuat untuk mampu mempertimbangkan perbuatannya dari segi nilai-nilai. Ruang gerak agar karakter ini bisa tumbuh perlu tersedia, yakni kesempatan.

Bercermin dari Angkatan 28, kepedulian kita terhadap kaum muda semakin dituntut. Kepedulian bangsa ini terhadap mereka terwujud dalam substansi nilai-nilai yang dihidupkan di kalangan mereka sebagai dasar pembentukan karakter. Perhatian ini akan menentukan arah masa depan bangsa. Dengannya kita menyiapkan calon pemimpin bermutu di masa depan. Karena itu dalam refleksi Hari Sumpah Pemuda ini, Sumpah Mahasiswa Indonesia Reformasi 98, sebagaimana dikutip di awal tulisan ini, perlu menjadi dasar bagi pendidikan karakter generasi muda.

__________

Kasdin Sihotang, adalah dosen Filsafat di FE dan staf inti PPE Unika Atma Jaya, Jakarta

Sumber : Suara Pembaharuan
Kredit foto : www.media-indonesia.com

Mental Terabas

Oleh: Iwan Gunawan
Guru SDI Salman Al Farisi

Semenjak terjadinya pergantian kepala kepolisian Daerah Jawa Barat, banyak hal yang telah dirombak, mulai dari pengurusan SIM yang harus sesuai prosedur, penghapusan calo SIM sampai penertiban VCD, MP3 dan software bajakan yang marak di Jawa Barat. Perubahan yang dilakukan telah membawa angin segar bagi terjadinya birokrasi dan transaksi jual beli yang sehat.

Sudah beberapa hari ini, teman saya –sebut saja Pak Wawan- bolak-balik ke Polwiltabes Bandung untuk melakukan tes praktek menjalankan motor, akan tetapi hasilnya nihil, karena dia tidak lulus ujian praktek. Beberapa hari kemudian, dia melakukan tes ulang ujian praktek, hingga pada akhirnya dia lulus setelah menjalani empat kali ujian praktek..alhamdulillah.

Sebulan yang lalu, saya dan istri saya jalan-jalan ke pusat perbelanjaan di Jalan Dalem Kaum Bandung. Niat saya sih hanya untuk mencari film ’10.000 BC’ yang bajakannya, karena memang saya biasa mencari film bajakan disana. Selain murah juga bisa mendapat film-film yang belum beredar di pasaran. Tetapi apa yang terjadi? Ternyata pusat penjualan VCD bajakan –Kota Kembang- sudah digembok rapat-rapat sebulan yang lalu. Alhasil saya tidak mendapat apa-apa. Sial deh…
 
Beberapa perbaikan yang telah dilakukan oleh Kapolda Jabar yang baru, setidaknya untuk menaikan citra Indonesia umumnya dan Jawa Barat pada khususnya dalam hal praktek-praktek yang tidak legal, secara langsung atau tidak telah membawa pro dan kontra di kalangan masyarakat, termasuk juga saya.

Ketika saya mengurus SIM untuk perpanjangan, tidak sedikit selentingan yang saya dengar (walaupun dengan suara rendah) dari orang-orang yang ada di dekat saya, bahwa ngurus SIM sekarang ribet. Kalau dulu –ketika calo berkeliaran- sangat mudah untuk membuatnya..Bahkan tidak perlu ada ‘tes praktek’ segala.Untuk membuat SIM baru cukup dengan biaya tambahan dari biaya normal, jadilah SIM tersebut. 

Seorang ibu yang sudah beberapa kali gagal tes praktek, dihampiri dan ditanya oleh seorang lelaki – mungkin calo yang sedang dibekukan ijin prakteknya- perihal kegagalannya. Dengan nada yakin si lelaki tersebut berkata, “Bu, kalau mau membuat SIM tunggu aja dua bulan lagi. Nanti akan biasa lagi (bisa lewat calo)”.

Saya tidak bermaksud memuji Kapolda Jabar yang baru, tetapi yang lebih saya soroti adalah mental-mental kita selama ini yang telah terlenakan dengan sesuatu yang tidak baik dan tidak legal. Saking terlenanya kita, ketika semua prosedur itu dikembalikan ke jalur yang seharusnya, kita menganggap hal tersebut sebagai suatu ganjalan dan ketidaknyamanan, ribet dan sebutan lain yang kurang bagus. 

Kita tidak bisa menyalahkan masyarakat sepenuhnya terhadap keadaan ini, karena memang kita selama ini telah dididik oleh system untuk berbuat ‘tidak resmi’ dan ‘tidak legal’. Karakter kita telah dididik untuk mencari jalan termudah, teringan dan termurah. Jadilah kita ini mahluk yang bisa memecahkan masalah dengan cara ‘instan’. Mau buat SIM ‘lewat calo’, mau film bagus ‘cari bajakan’, mau software bagus ‘cari bajakan juga’..memangnya ini surga?!

Saya sebagai guru, telah merasa dibingungkan oleh anak-anak SMP yang banyak membawa motor. Kenapa bingung? Karena usia mereka bukanlah usia yang cuku untuk memiliki SIM, tetapi nyatanya mereka telah memiliki SIM. Selidik punya selidik ternyata orang tuanya telah menggelembungkan usia anaknya, sehingga mencapai batas usia kepemilikan SIM. Orang tua telah mengajarkan ‘kebohongan’ pada anaknya, padahal selama ini kita telah mendidik mereka untuk berbuat amanah dan tidak berbohong..suatu perilaku yang kontraproduktif dalam pendidikan. Bagaimana kita bisa membentuk anak didik berkarakter, sedangkan oleh orang tua karakter tersebut dihancurkan di rumahnya?. Tak salah kiranya, kita mengutip pernyataan salah seorang ahli sosiologi bahwa bangsa Indonesia ‘masih’ memiliki mental : suka menerabas, tidak sadar mutu, kurang menghargai hasil karya orang lain, dan tidak percaya pada diri sendiri. Anda percaya dengan pernyataan ini? silahkan tanya diri kita masing-masing..karena sebagian besar film DVD dan VCD ku adalah bajakan (Keyanaku.blogspot.com)
 

WHEN SUHENG TALK... Template by Ipietoon Cute Blog Design