Oleh: Iwan Gunawan
Selama bertahun-tahun, kita sebagai guru ilmu social senantiasa dicekoki dengan suatu dogma “mendahulukan kewajiban dari pada hak” adalah sesuatu hal yang harus dilakukan oleh semua orang.
Tetapi dalam perjalanan kehidupan berbangsa dan bernegara, ternyata dogma ini terus mengalami kemunduran dan bahkan dikesampingkan. Setiap orang yang melakukan tindakan senonoh dan tidak sesuai dengan norma, senantiasa diatasnamakan ‘hak saya’, wanita berpakaian tidak sopan dan tidak etis diatasnamakan ‘hak saya’, merokok ditempat umum juga ‘hak saya’.
Selama ini ‘hak’ telah dimanipulasi untuk melakukan tindakan pembenaran terhadap perilaku yang tidak baik dan tidak sesuai dengan norma masyarakat. Hak telah menempati kedudukan yang tinggi dalam pergaulan masyarakat. Terlebih badan dunia (PBB) telah memberi ruang bagi bergeraknya hak individu, dengan mengeluarkan pernyataan Universal of Human Right, bahkan Indonesia pun ikut-ikutan mendukung penegakkan hak dengan membentuk Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (HAM).
Memang tidak salah kalau kita menuntuk hak, selama hak tersebut masih sejalan dengan kehidupan masyarakat dan peraturan yang berlaku, tetapi ketika hak diatasnamakan kebebasan pribadi yang mengesampingkan kepentingan orang lain, maka hak tersebut sudah tidak bisa dinamakan hak. Hak harus dilaksanakan secara proporsional dan seimbang. Lalu masih relevankan ajaran kita selama ini kepada anak-anak kita ‘mendahulukan kewajiban dari pada hak’?.
Mengapa bangsa Indonesia terus terpuruk, karena hak lebih didahulukan daripada kewajiban. Para anggota dewan menuntuk hak untuk kenaikan gaji dan fasilitas, sedangkan kewajiban mensejahterakan rakyat diabaikan. Polisi lalu lintas mendahulukan kepentingan dirinya dengan ‘salam tempel’, daripada mendahulukan kewajiban mengatur lalu lintas dengan baik, rumah sakit mendahulukan ‘uang jaminan’, daripada mendahulukan menolong orang yang sakit…semuanya atas nama hak saya
Betapa indah seandainya kewajiban dilaksanakan lebih dulu daripada hak. Wanita berpakaian sopan dan menutup aurat, lalu dia minta haknya untuk dilindungi. Para perokok tidak merokok disembarang tempat dan menghargai orang lain, maka ia bisa menuntut hak untuk dibuatkan tempat khusus untuk merokok,
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment