3. Maqâmât sebagai Zero Mind Process
Maqâmat adalah sebuah ajaran tasawuf yang tak lengkap membicarakan tasawuf tanpa membicarakannya. Selama ini maqâmât selalu dipahami secara tradisional, yaitu pandangan bahwa maqâmât tersebut sekedar tahapan-tahapan sufistik. Padahal sebagai bagian dari ajaran tasawuf yang universal, semestinya maqâmât dapat dilihat dari berbagai aspek dan sudut pandang selama itu berkaitan dengan upaya perbaikan martabat manusia.
Interpretasi progresif terhadap maqâmât di antaranya telah dilakukan oleh DR. Amir An-Najar. Bagi An-Najar, maqâmât bukan sekedar tangga-tangga sufistik tetapi merupakan jalan yang sangat tepat untuk terapi berbagai penyakit jiwa dan hati, membersihkan segala kerendahan dan menghiasinya dengan kebaikan. Jadi An-Najar menafsirkan maqâmât sebagai sebuah metode psikoterapi sufistik modern. Sementara Ali Murtadlo mencoba memaknai tahapan maqâmât itu sebagai metode konseling transpersonal.[20] Ada pula penelitian yang mencoba memahami maqâmât dengan pendekatan sains modern. Upaya-upaya kreatif ini menunjukkan bahwa maqâmât bisa ditafsirkan dan diimplementasikan dalam berbagai aspek kehidupan tanpa harus terikat dengan tasawuf secara tradisional.
Dalam kaitannya dengan pendidikan karakter yang ditempuh melalui ta’alluq (relationship), tahaqquq (realization), dan takhalluq (adoption), maqâmât dapat diposisikan sebagai pencetus sekaligus penjaga karakter yang telah terbentuk melalui tiga tahapan tersebut. Pengadopsian sifat-sifat Allah tidak akan bisa dilakukan tanpa kebeningan hati dan emosi yang terkontrol. Hal ini memerlukan sebuah upaya menjaga kondisi hati dan pikiran agar tetap fokus kepada Allah. Inila yang dimaksud dengan Zero Mind Process. Maqâmât dengan segala perbedaan rumusan dari para ahli sufi, sejatinya adalah langkah-langkah sistematis dalam Zero Mind Process.
Pembersihan hati dan stabilisasi emosi dengan Zero Mind Process ini dikarenakan hati selalu rawan terkontaminasi oleh berbagai noda. Noda-noda ini lah yang akan menjadi penghalang proses adopsi sifat-sifat mulai Allah. Dengan meminjam sistematika maqâmât yang dirumuskan oleh Abu Nasr al-Sarraj yang meliputi taubat, wara’, zuhud, faqr, sabar, tawakkal dan ridla,[21] proses dapat dipahami sebagai upaya membersihkan diri (takhliyyah). Taubat membersihkan diri dari perilaku nista yang merugikan diri dan orang lain. Taubat sekaligus menjadi komitmen pelurusan misi hidup seseorang untuk hanya mengorientasikan hidup kepada Allah. Wara’ membersihkan diri dari sikap hidup yang ceroboh dan gegabah yang tidak peduli dengan aturan Allah. Zuhud membersihkan diri dari sikap tamak, rakus dan menggantungkan diri kepada orang lain. Faqr membersihkan diri dari sikap materialitis dan hedonis. Sabar membersihkan diri dari amarah dalam menghadapi kesulitan. Tawakal membersihkan diri dari sikap pesimis. Dan ridla membersihkan diri sikap putus asa.[22] Demikianlah maqâmât sebagai proses penjernihan emosi yang akan mengawal langkah relationship, realization dan adoption dalam proses pembentukan karakter.
Kesimpulan
Kajian terhadap pendidikan karakter dalam tasawuf menunjukkan bahwa spiritualitas merupakan keniscayaan dalam pendidikan karakter. Islam sebagai agama yang sarat dengan nilai-nilai spiritualitas memiliki jejak pendidikan karakter yang jelas dan sistematis. Dan itu diwakili oleh tasawuf. Pengabaian terhadap pendidikan karakter dalam dunia pendidikan Islam sekarang ini dikarenakan pengabaian tasawuf sebagai khazanah ajaran Islam. Hal itu terjadi karena pandangan yang menganggap tasawuf sebagai ajaran yang elitis dan sakral yang tidak mungkin dibawa ke dunia sekolah.
Upaya pendidikan karakter tiada lain adalah dengan mengadopsi dan mereduplikasi pola pendidikan tasawuf dalam sistem pendidikan formal di sekolah sesuai dengan tuntutan zaman. Model pendidikan karakter dari hasil kajian ini adalah melaui metode ta’alluq (relationship), tahaqquq (realization) dan takhalluq (adoption) yang dibingkai dalam tangga maqâmât sebagai proses penyucian diri dan stabilisasi emosi atau dewasa ini populer dengan sebutan Zero Mind Process.
Wallahu a’lam bi al-shawâb wa ilaih al-marji’u wa al-maâb.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment