1. Peran Edukatif Tarekat dan Zawiyyah
Tidak banyak penelitian terhadap sistem pendidikan tasawuf. Namun demikian ada banyak indikasi yang menunjukkan bahwa tasawuf sebenarnya memiliki sistem pendidikan yang khas dan uni. Setidaknya indikasi itu bermuara pada tiga hal, yaitu relasi murid dengan mursyid, lahirnya thareqat sebagai organisasi tasawuf, dan zawiyah yang dimiliki oleh syekh-syekh sufi.
Makna generik dari tarekat adalah thariqah yang berarti jalan. Arti ini semakna dengan kata sunnah yang juga bermakna jalan. Dengan arti seperti ini kata tarekat bisa diterapkan kepada berbagai kelompok orang yang mengikuti madzhab pemikiran yang dikembangkan oleh seorang alim atau syeikh. Sementara dalam konteks ibadah, tarekat dapat diartikan sebagai cara dalam melakukan suatu ibadat sesuai dengan ajaran yang ditentukan dan dicontohkan oleh Nabi saw dan dikerjakan oleh sahabat dan tabi’in secara turun-temurun sampai kepada guru-guru dengan sambung-menyambung dan berantai. Dari dua penjelasan ini, tarekat dapat disimpulkan memiliki makna yang sama dengan madzhab.
Dalam khazanah tasawuf tarekat ini merupakan satu dari tiga serangkai tarekat, hakekat, dan ma’rifat. Tarekat merupakan cara melaksanakan ibadah dan amal secara dzahir. Hakekat merujuk kepada aspek isoterik atau bathin dari setiap ibadah yang merupakan rahasianya. Dan ma’rifat adalah tujuan akhir dari ibadah. Dalam perkembangan berikutnya, tarekat yang semula hanya bermakna cara, jalan dan metode kemudian berkembang menjadi organisasi yang mewadahi sekelompok penganut tasawuf yang sepaham dan sealiran sebagai sebuah keluarga dan kumpulan. Kecenderungan seperti ini muncul pada abad ke-5 Hijriyah atau 13 Masehi.
Tarekat sebagai organisasi tasawuf memiliki sistem pendidikan yang independen dan unik. Tarekat dipimpin oleh seorang guru yang disebut mursyid. Mursyid memiliki asisten yang disebut khalifah, dan pengikut ajarannya yang disebut murid. Tempat belajar dan training tasawuf dikenal dengan nama zawiyah (sudut ruangan), ribath (serambi atau koridor), dan khâniqah (pondokan). Tarekat juga memiliki kitab-kitab referensi yang khas sesuai alirannya, baik mengenai fiqih maupun tasawuf.
Dalam tarekat juga ditemukan wirid dan do’a yang khusus. Proses rekrutmen muridnya dinamakan bai’at. Murid yang sudah resmi diterima terikat oleh seperangkat aturan kedisiplinan yang menyangkut cara bergaul, cara berpakaian, cara ibadah dan cara dzikir. Kemudian murid yang dianggap telah lulus dan mampu mengembangkan tarekat diberi lisensi yang disebut ijazah.
Bagaiman sistem pendidikan dalam tarekat dikelola, sedikit banyak tergambar dari penuturan Khaled Bentounes, seorang pemimpin tertinggi tarekat Alawiyah di Perancis. Zawiyyah seperti telah diulas adalah tempat sekelompok murid tinggal, bekerja dan beribadah di bawah bimbingan seorang syeikh. Tempat ini memiliki sitem baku yang yang mencakup sistem pendidikan tradisional dan pembaitan (inisiasi atau talqin).
Zawiyyah dipimpin oleh seorang pemimpin spiritual yang merupakan grand master suatu tarekat. Pendidikan di Zawiyyah dimulai sejak dini yang diawali dengan membaca dan menghapal al-Qur’an di bawah bimbingan guru al-Qur’an. Pada tahap berikutnya murid mulai belajar tafsir atau komentar terhadap al-Qur’an. Di tempat ini diajarkan juga ilmu syariat, ibadah ritual, etika, filsafat, dan tata bahasa dengan guru tersendiri.
Di sebagian Zawiyyah bahkan diajarkan pula puisi dan nyanyian (sama’) sebagai wahana elevasi jiwa. Untuk setiap materi dan kecakapan yang ditargetkan memiliki guru tersendiri. Setelah mencapai usia baligh dan dianggap matang murid boleh mengajukan diri untuk mengikuti baiat sebagai tanda masuknya seseorang ke dalam tarekat. Baiat ini lansgung ditangani oleh Syeikh
Keberhasilan tarekat terekam dalam pengaruh besar tarekat dalam dunia Islam. Pasca keruntuhan Abbasiyah tugas menyebarluaskan Islam berpindah ke tangan kaum sufi. Pada masa Usmaniyah tarekat memiliki peranan besar dalam bidang politik dan militer. Bahkan dalam catatan Kabbani, banyak pola pendidikan tasawuf berkembang menjadi lembaga pendidikan yang sangat terkenal. Sebagai contoh, Ribath Abdulah Ibn Mubarak di Merv, Khaniqah Baibarsiyyah di Kairo dan sebuah sekolah sufi yang dipimpin oleh seorang muhadits besar, Ibn Hajar al-Asqalani.
Dalam kehidupan sosial, alumni tarekat ini banyak yang diberdayakan untuk meringankan beban orang lain dan berusaha keras untuk menerangi jalan menuju kebenaran. Para ulama dan guru tarekat juga banyak yang terlibat dalam perjuangan fisik melawan kaum kafir sekaligus perjuangan rohani melawan nafsu tak kasat mata yang menjerat jiwa.
Deskripsi tarekat di atas dengan jelas menunjukkan bagaimana sistem pendidikan dibangun. Analisis terhadap fenomena tarekat tersebut menguatkan hipotesis bahwa pendidikan karakter dalam tasawuf memang ada. Lebih dari itu juga berhasil dalam membentuk dan membangun karakter positif dalam diri para muridnya
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
1 comments:
Pa, Iwan saya senang Anda mengutip dan memposting artikel saya di blog Anda. Sayang, Anda tidak menyebutkan sumbernya, yaitu blog saya sendiri (www.kajiislam.wordpress.com) sehingga seakan2 itu adalah tulisan Anda. Padahal...HONESTY DAN INTEGRITY adalah hal mendasar dalam pendidikan karakter. Perlu Anda ketahui dan juga semua pembaca blog ini, bahwa semua artikel di blog saya adalah asli tulisan saya. Untuk kutipan dari sumber lain atau blog lain saya selalu menyebutkan sumbernya. Terima kasih.
Post a Comment