Sindo
Minggu, 09/12/2007
KARAKTER adalah titian ilmu pengetahuan (knowledge) dan keterampilan (skill). Pengetahuan tanpa landasan kepribadian yang benar akan menyesatkan dan keterampilan tanpa kesadaran diri akan menghancurkan.
Karena itu, karakter menjadi prasyarat dasar dan integral. Karakter itu akan membentuk motivasi, pada saat yang sama karakter dibentuk dengan metode dan proses yang bermartabat. Karena itu, karakter bukan sekadar penampilan lahiriah, melainkan secara implisit mengungkapkan hal-hal tersembunyi.
Itu sebabnya orang mendefinisikan karakter sebagai ”siapa Anda dalam kegelapan”( character is what you are in the dark). Jika pembentukan karakter yang sehat dan benar itu membutuhkan suatu proses, pantaslah kita bertanya bagaimana caranya?
Buku Pendidikan Karakter - Strategi Mendidik Anak di Zaman Global ini adalah jawabannya. Proses metodologis yang tertuang di dalamnya memancing setiap individu untuk bisa bertanya tentang siapa dirinya dan bagaimana seharusnya dia mengembangkan diri secara sehat dan wajar.
Buku ini oleh penulisnya, Doni Koesoema, dibagi dalam sembilan bab. Pada Bab I dijelaskan bahwa manusia sejatinya selalu berusaha menaklukkan keterbatasan dirinya melalui pendidikan. Dengan tindakannya mendidik, manusia mewariskan kepada generasi berikutnya nilai-nilai budaya yang berharga bagi perkembangan dan pertumbuhannya sebagai individu dan anggota masyarakat.
Pada bab ini penulis mengajak kita berselancar melewati lautan gagasan dan pemahaman tentang proses pembentukan dan penyempurnaan manusia dalam arus waktu,terutama aktivitasnya dalam mendidik manusia- manusia yang lain. Pada Bab II, penulis membahas secara khusus pemahaman tentang pendidikan.
Di situ penulis menegaskan bahwa pendidikan merupakan sebuah kegiatan manusia yang di dalamnya terdapat tindakan edukatif dan didaktis yang diperuntukkan bagi generasi yang sedang bertumbuh. Dalam kegiatan mendidik ini, manusia menghayati adanya tujuan-tujuan pendidikan.
Perbedaan sudut pandang, perbedaan konsepsi tentang manusia membuat penentuan tujuan pendidikan menjadi bermasalah atau paling tidak memunculkan beberapa persoalan.Tanpa gagasan tentang tujuan pendidikan,praksis pendidikan karakter akan kehilangan visi.
Agar tidak terjadi demikian, pada Bab III penulis membahas pemahaman dan persoalan seputar istilah karakter. Karakter merupakan struktur antropologis manusia. Di sanalah manusia menghayati kebebasannya dan mengatasi keterbatasan dirinya.
Karakter Subyektif
Dengan dua pemahaman dasar tentang pendidikan dan karakter pada bab yang terpisah, penulis selanjutnya mencoba membuat sintesis tentang konsep pendidikan karakter. Menurut Doni Koesoema, karakter lebih bersifat subjektif karena berkaitan dengan struktur antropologis manusia dalam memaknai kebebasan sehingga ia mengukuhkan keunikannya berhadapan dengan orang lain.
Secara singkat, pendidikan karakter bisa diartikan sebagai sebuah bantuan sosial agar individu itu dapat bertumbuh dalam menghayati kebebasannya dalam hidup bersama dengan orang lain dalam dunia. Pendidikan karakter bertujuan membentuk setiap pribadi menjadi insan yang berkeutamaan.
Karena itulah bergema kembali persoalan dasar yang telah lama menjadi pertanyaan Plato, ”Apakah keutamaan itu dapat diajarkan?” Untuk mengakhiri Bab IV, penulis memberikan panorama tentang urgensi pendidikan karakter,faktor-faktor yang menyebabkan pendidikan karakter mengalami kemunduran, dan tujuan pendidikan karakter.
Ada dua macam paradigma dalam pendidikan karakter. Yang pertama memandang pendidikan karakter dalam cakupan pemahaman moral yang sifatnya lebih sempit (narrow scope to moral education). Yang kedua melihat pendidikan karakter dari sudut pandang pemahaman isu-isu moral yang lebih luas, terutama melihat keseluruhan peristiwa dalam dunia pendidikan itu sendiri (educational happenings).
Integrasi atas kedua paradigma inilah yang melahirkan gagasan baru tentang pendidikan karakter sebagai pedagogi yang menyertakan tiga matra pertumbuhan manusia. Pendidikan sebagai pedagogi dibahas oleh penulis dalam Bab V.
Penjelasan lebih spesifik tentang dua macam paradigma pendidikan karakter sebagai sebuah pedagogi dibahas dalam BabVI danVII.Pada Bab VI penulis melihat pendidikan karakter dari sudut pandang pemahaman isu-isu moral yang lebih luas, terutama melihat keseluruhan peristiwa dalam dunia pendidikan itu sendiri (educational happenings). Momen pertama dalam pendidikan karakter di dalam lembaga pendidikan adalah penentuan visi dan misi lembaga pendidikan (hlm 162).
Bab VII menelaah pendidikan karakter dalam cakupan pemahaman moral yang sifatnya lebih sempit.Pendekatan pada bab ini lebih analitis sistematis (hlm 193). Setelah membuat klarifikasi pemahaman, buku ini juga ingin menawarkan sebuah pemaparan tentang nilai-nilai yang bisa dipakai dan dimanfaatkan dalam pembuatan program pendidikan karakter di sekolah.
Tentu, tidak akan lengkap kalau tidak membahas metode dan prinsip-prinsip dasar pendidikan karakter di sekolah. Dua gagasan ini menutup pembahasan dalam Bab VI tentang pendidikan karakter di sekolah.
Praksis Pendidikan Karakter
Mungkin kita bertanya, setelah analisis sistematis tentang pendidikan karakter di sekolah, di mana saja kita bisa menerapkan pendidikan karakter itu secara praktis di sekolah? Pada Bab VIII yang berjudul Locus educationis pendidikan karakter di sekolah, penulis memetakan momen-momen khusus yang terjadi dalam lingkup pergaulan di sekolah yang dapat menjadi tempat praksis pendidikan karakter itu dapat dilaksanakan.
Jika kita ingin agar program pendidikan karakter itu berjalan dengan baik dan efektif, kita mesti memiliki parameter untuk mengukur berhasil tidaknya sebuah program pendidikan karakter. Persoalan seputar penilaian pendidikan karakter inilah yang dibahas dalam Bab IX. Bagaimana menilai dan mengevaluasi hasil dari pendidikan karakter?
Dalam pendidikan karakter yang terutama dinilai adalah perilaku, bukan pemahaman. Inilah persoalan pertama yang muncul berkaitan dengan penilaian pendidikan karakter. Untuk menjawab persoalan ini, pada Bab IX dipaparkan siapa subjek yang menilai, kesulitan-kesulitan apa yang menjadi kendala,kriteria apa saja yang menjadi pedoman penilaian serta hakikat penilaian pendidikan karakter.
Pendidikan karakter, jika berhasil, dapat meningkatkan performa sekolah dan performa sekolah bisa meningkat jika ada pola kepemimpinan yang berjiwa pendidikan karakter di sekolah. Sebagaimana setiap pembahasan konseptual tentang sebuah ide,pembahasan yang tersaji dalam buku ini merupakan cercahan ide yang terbuka bagi pendalaman dan pemahaman lebih lanjut.
Apa yang kurang dalam pembahasan, antara lain, tantangan pendidikan karakter dalam mempersiapkan setiap individu menjadi warga negara sebuah masyarakat global, juga program praktis pendidikan karakter di sekolah tidak dibahas secara lebih detail karena pemikiran dan pembuatan program pendidikan karakter di sekolah menurut penulis membutuhkan pemahaman mendalam tentang latar belakang historis sekolah, visi dan misi, kultur yang melingkupi, sumber daya manusiawi yang dipunyai serta kelengkapan sarana-sarana komunikasi sebagaimana dapat diakses secara berbeda oleh tiap sekolah.
Untuk itu, masih banyak tugas yang mesti dilakukan oleh sekolah,para pendidik,dan masyarakat pada umumnya yang berminat dan memberikan perhatian besar pada perkembangan pendidikan di Indonesia.(*)
Sixtus Tanje Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum di SMP St Kristoforus II,Jakbar
Friday, December 28, 2007
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment