Oleh: Iwan Gunawan
Pada saat ini, untuk membedakan suatu negara dikatakan sebagai negara maju atau negara sedang berkembang dapat dilihat atas dasar keadaan kualitas kesejahteraan penduduknya. Kualitas penduduk ini tercermin pada tiga hal pokok yaitu tingkat kesehatan, tingkat pendidikan dan tingkat pendapatan. Kesemuanya itu menjadi tolok ukur tingkat kesejahteraan penduduk.
Kesehatan adalah hak semua orang dan telah menjadi kebutuhan yang sangat mendasar bagi semua umat manusia, terlepas dari apapun status sosial yang disandangnya. Kesehatan telah dijadikan tolok ukur maju tidaknya suatu Negara.Pembangunan di bidang kesehatan yang selama ini dijalankan oleh pemerintah mempunyai tujuan untuk memberikan pelayanan kesehatan secara mudah, merata dan murah.
Salah satu upaya pemerintah dalam rangka memeratakan pelayanan kesehatan kepada masyarakat adalah dengan menyediakan fasilitas kesehatan, mulai dari puskesmas (termasuk puskesmas pembantu), klinik kesehatan hingga rumah sakit.
Slogan pelayanan kesehatan yang dijanjikan pemerintah “mudah, merata dan murah” adalah sebuah tindakanyang sangat bagus dan menjanjikan bagi semua masyarakat Indonesia guna mendapatkan pelayanan kesehatan. Akan tetapi dalam pelaksanaannya, masih banyak hal yang belum sesuai dengan harapan dari slogan tersebut.
Salah satu contoh kasus mencolok yang sering terdengar adalah ‘penolakan pasien miskin’ oleh rumah sakit. Penolakan pasien miskin oleh rumah sakit, terjadi karena lambatnya proses pembayaran dari pemerintah ke rumah sakit. Alasan rumah sakit untuk menolak pasien selalu sama.
Rumah sakit khawatir pemerintah tidak akan membayar tagihan mereka. Tagihan rumah sakit yang sudah lama pun biasanya juga sangat lambat dibayarkan oleh pemerintah. Maka, terjadilah penolakan oleh rumah sakit. Padahal Tindakan darurat pasien apapun, ada uang atau tidak harus ditolong itu sesuai etika kedokteran, medis internasional, dan aturan pemerintah
Rumah sakit memang menjadi harapan masyarakat untuk memperoleh pelayanan kesehatan. Pada dasarnya, dalam keadaan darurat, fasilitas pelayanan kesehatan, baik pemerintah maupun swasta dilarang menolak pasien dan/atau meminta uang muka. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 32 ayat (2)2009 tentang Kesehatan(“UU Kesehatan”).
Anggota Ikatan Dokter Indonesia (IDI) DKI dr Anarulita Muchtar menilik kasus penolakan pasien sebagai kesalahan rumah sakit. "Rumah sakit mencari keuntungan, tidak mau rugi, dan tidak mau bertanggungjawab jika terjadi kesalahan. Akhirnya jika ada pasien yang harus diberikan tindakan segera, tapi pasien tidak bisa membayar akhirnya ditolak," ujarnya.
Penolakan pasien miskin oleh rumah sakit, sejatinya telah menempatkan manusia (baca: jiwa manusia) pada posisi lebih rendah daripada uang. Nyawa manusia hanya dihargai sebatas ada tidaknya uang jaminan perawatan (uang muka). Kata sindiran yang mengatakan ‘ada uang abang disayang, tak ada uang abang ditendang’ nampaknya masih berlaku di beberapa rumah sakit di negara ini.
Penolakan pasien miskin oleh rumah sakit, telah menambah daftar jumlah pasien meninggal dunia yang disebabkan oleh lambanya pelayanan rumah sakit, sebagai akibat adanya kebijakan sepihak “uang dulu baru dilayani” atau menggunakan bahasa yang lebih sedikit kasar “pilih nyawa atau uang?!”.
Untuk menghindari kasus penolakan pasien, pemerintah harus gencar melakukan sosialisasi sistem pembayaran untuk rumah sakit. Selain itu pemerintah juga harus melakukan kaji ulang mengenai kebijakan pengelompokan penyakit, obat, tarif, dan penentuan premi dari masyarakat.
Agar tidak terjadi penolakan di rumah sakit, pemerintah harus meminta semua rumah sakit, baik swasta atau pemerintah untuk bergabung dalam Badan Pengelola Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, termasuk mewajibkan semua rakyat Indonesia untuk menjadi peserta BPJS. Sehingga kasus-kasus penolakan pasien oleh rumah sakit bisa diminimalisir, dan tidak ada lagi alasan keterlambatan pembayaran oleh pemerintah kepada rumah sakit. Bukankah rakyat sudah membayar lebih dulu melalui premi BPJS? So, nyawa menjadi sama pentingnya dengan uang !
0 comments:
Post a Comment