Oleh Ahmad Tohari (Republika)
Ikhwan Muhajir sedang gelisah gara-gara kondom. ''Mau berantas HIV/AIDS dengan cara bagi-bagi kondom; itu nalar apa?''
Pertanyaan Muhajir berkaitan dengan Hari AIDS Internasional. Ini membuat saya teringat peristiwa 44 tahun lalu. Tahun 1964, saya duduk di SMA bersama si Muhajir itu, tapi beda kelas.
Pagi itu ada pelajaran kosong. Kelas agak riuh. Dan, tiba-tiba ada balon tiup meluncur di udara dari arah belakang. Tan Swie Hing, anak pemilik apotek di kota kami, tertawa-tawa. Dia yang meluncurkan balon itu bersama gengnya. Kelas bertambah riuh. Balon yang di ujungnya ada semacam puting dan tidak ikut menggembung itu jadi rebutan. Saya juga terlibat. Gadis-gadis centil teman sekelas kami malah lebih heboh. Mereka beramai-ramai memukuli balon tadi agar lebih tinggi mengapung di udara.
Di belakang, Tan dan gengnya tertawa makin menjadi-jadi. Akhirnya, ketua kelas menangkap balon itu untuk dipecahkan. Ketika tahu bahwa balon tadi sebenarnya kondom yang ditiup sampai menggelembung, wajah saya terasa kering. Brengsek! Dan, gadis-gadis centil itu? Ah, mungkin mereka tidak tahu rahasia ini hingga sekarang. Juga, Muhajir.
Karena peristiwa masa lalu itu, saya kini tidak kaget bila mendengar isu perkondoman. Dan, saya tersenyum ketika Muhajir minta saya segera menjawab pertanyaannya.
''Cegah HIV/AIDS dengan kondom. Bahkan, dengan Pekan Kondom Nasional, itu nalar apa?''
''Itu nalar kaum natural-sekularis. Para naturalis menyikapi seks dengan pendekatan rasional dan teknis. Seks adalah hal yang alami semata. Segala bentuk mitos, termasuk norma agama di seputar masalah birahi, boleh disingkirkan. Norma agama hanya diberi tempat sebagai urusan pribadi bukan urusan sosial.''
''Jadi, dalam nalar sekuler soal seks tak ada moralnya?''
''Ya, ada. Masyarakat sekuler melaksanakan kegiatan seks sebagai kebutuhan biologis semata. Dasarnya adalah suka sama suka. Sedangkan moralnya ringan saja; asal kegiatan itu tidak merugikan siapa pun. Maka, mereka perlu kondom dan menyebar kondom di mana-mana.''
Ikhwan Muhajir berhenti kirim SMS. Saya lega. Tapi, saya membayangkan wajahnya masygul. Dia adalah dai yang sering mengajak orang jangan mendekati zina. Maka itu, dia pasti menentang massalisasi kondom. Bagi orang beriman seperti Muhajir, mencegah HID/AIDS hanya ada satu cara; jangan dekati zina dan narkoba.
Saya juga membayangkan kecemasan para orang tua yang punya anak remaja. Bila membeli kondom semudah membeli rokok, bukankah keberanian remaja untuk menabrak rambu-rambu dosa menjadi berlipat ganda? Jadi, kemasygulan Muhajir adalah kemasygulan masyarakat luas yang seharusnya ditanggapi. Jangan anggap enteng akibat massalisasi balon berputing ini, meskipun ada kalanya untuk penggunaan di jalan yang bersih kondom ada manfaatnya juga.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment