By akanemd
Kita semua ingin menjadikan anak kita tumbuh menjadi anak dewasa yang punya kepedulian. Beikut adalah tujuh cara untuk mencapai tujuan tersebut.
1. Memulai disaat anak masih kecil
Seiring dengan bertambah usia anak untuk bisa memahami, berilah dia kepercayaan untuk membantu anda. Anda bias memulainya dengan sesuatu yang kecil seperti membersihkan pampers dan memasukan air ke dalam botol.
Anak-anak memiliki suatu keinginan untuk menolong, bahkan anak usia di bawah dua tahun ingin melakukan sesuatu untuk menolong orang tuanya.
Anda bias memberi semangat anak anda melalui sesuatu yang kreatif yang bias dikerjakan oleh anak,kemudian memberinya penghargaan guna meningkatkan harga dirinya.
2. Jangan menolong dengan hadiah
Jangan memberikan anak hadiah sebagai pengganti pertolongan. Anda harus membangun keinginan anak untuk membantu anda tanpa melalui pemberian hadiah, sehingga muncul rasa empati dalam diri anak.
Anda harus mengajarkan kepada anak keinginan untuk berbagi dengan sesama. Ketika anak mendapatkan hadiah sebagai imbalan atas pertolongan yang diberikan, anda harus mengajari anak untuk memfokuskan pada apa yang telah didapat oleh anak anda, sebagai pengganti dari apa yang telah anak berikan.
Tapi ini bukan berarti anda berlepas tangan untuk membantunya. Ini tidak dipersepsikan sebagai sebuah “pembayaran”.
Ini yang harus anda lakukan.
Setelah anak melakukan sesuatu untuk anda, katakan “saya sangat menghargai apa yang telah ananda lalukan untuk ibu dan ibu juga ingin melakukan sesuatu untuk yang indah untuk kamu. Ibu akan menelpon ayah untuk membelikan kamu film yang ingin kamu lihat”
Ketika anda memberikan hadiah untuk anak anda dengan cara ini, tunjukan bahwa hadiah ini adalah bentuk penghargaan atas pertolongan yang diberikan anak dan bukan membayar hasil kerja anak.
3. Biarkan konsekuensi alamiah menyelesaikan kesalahan anak anda
Kita tidak ingin anak menderita bila kita memberi cara pemecahan terhadap kesalahan yang dibuat oleh anak. Tetapi apabila orang tua melindungi anak dari konsekuensi yang akan diperolehnya, maka sama dengan menyuruh anak untuk melakukan kesalahan yang lebih besar.
Tujuan kita sebagai orang tua adalah mengajarkan kepada anak untuk menjadi anak yang baik, anak yang bertanggung jawab.
Ketika anak membuat kesalahan, biarkan anak anda untuk belajar menjadi bertanggung jawab terhadap perilaku dan kesalahannya.
4. Ketahui ketika anak berperilaku bertanggung jawab
Setiap orang menyukai pengakuan. Ketika anak anda menggunakan pakaian yang dianggapnya pantas, maka berilah semangat kepada anak anda untuk memakainya di kemudian hari.
5. Jadikan tanggung jawab sebagai sebuah nilai dalam keluarga
Diskusikan tentang tanggung jawab dengan anak anda, biarkan anak mengetahui sesuatu yang anda anggap bernilai.
Biarkan anak melihat anda bertanggung jawab, dan anak anda akan belajar banyak dari apa yang dilakukan dari pada apa yang mereka dengar. Jadilah anda sebagai modelnya.
6. Berikan anak anda ijin
Biarkan anak mengambil keputusan dengan uang yang dimilikinya pada saat anak masih kecil. Anak akan membuat kesalahan, tetapi jangan menghentikan pemberian uang anda kepada anak. Ini akan memberi pelajaran kepada anak tentang apa yang akan terjadi jika anak menghamburkan uangnya. Semua ini akan menjadi pembelajarn di saat anak nanti hidup di masyarakat.
7. Berikan kepercayaan pada anak
Ini barangkali cara yang sangat penting untuk menjadikan anak anda bertanggung jawab. Anak tidak subjektif, tetapi mereka memandang dirinya dari lingkungan sekitar yang merespon kepadanya
Bila anda melihat anak anda sebagai pribadi yang bertanggung jawab, dia akan tumbuh sesuai harapan anda. Disisi lain, bila anda menyuruh anak, biarkan anak memahami instruksi anda, anak akan bisa memenuhi harapan anda.
Bila anda yakin bahwa anak mampu menjaga komitmen dan berperilaku bertanggung jawab, anak akan menjadi pribadi yang bertanggung jawab.
Wednesday, August 6, 2008
Monday, August 4, 2008
JUDI DAN BIAYA SEKOLAH
Oleh: Iwan Gunawan
Pagi itu, seperti biasanya anak-anak pergi ke sekolah untuk menuntut ilmu, dengan diiring canda tawa dan gurauan diantara teman seperjuangnya. Betapa indahnya pagi itu.
Tapi rupanya keindahan ini tidak menjadi milik semua siswa, karena pada hari itu dua orang polisi yang berseragam preman tengah menggelandang empat orang siswa sekolah dasar yang kepergok bermain judi disaat jam belajar.
Mereka tidak lagi mengiringi hari ini dengan senyum dan canda riang, melainkan dengan tangisan dan perasaan takut, apalagi polisi memiliki barang bukti yang cukup kuat untuk menjerat mereka dengan hukuman yaitu uang ribuan rupiah dan kartu remi. Lengkaplah sudah penderitaan anak-anak ini.
Ditengah tangisan dan perasaan takut yang mengelayuti mereka berempat, polisi mencoba mengungkap motif yang mendasari perbuatannya. Tetapi, alangkah mengejutkannya, mereka berjudi bukan untuk senang-senang, melainkan mereka mengumpulkan hasil kemenangan judi untuk membayar uang sekolah!
Ironi memang mendengar hal tersebut. Ditengah perbuatan tidak tercela yang dilakukannya, tersimpan niat mulia untuk melanjutkan sekolah. Lalu siapakah yang salah dengan keadaan semua ini. Jawabanya tentu sangat komplek, selain masalah pendidikan moral yang kurang bermakna, orang tua tidak bisa menjadi teladan anak, hingga lingkungan sekitar sekolah yang tidak kondusif.
Jangan biarkan anak menjadi korban keambisian program pendidikan, orang tua, dan pemuas nafsu lingkungan sekitar anak.
Pagi itu, seperti biasanya anak-anak pergi ke sekolah untuk menuntut ilmu, dengan diiring canda tawa dan gurauan diantara teman seperjuangnya. Betapa indahnya pagi itu.
Tapi rupanya keindahan ini tidak menjadi milik semua siswa, karena pada hari itu dua orang polisi yang berseragam preman tengah menggelandang empat orang siswa sekolah dasar yang kepergok bermain judi disaat jam belajar.
Mereka tidak lagi mengiringi hari ini dengan senyum dan canda riang, melainkan dengan tangisan dan perasaan takut, apalagi polisi memiliki barang bukti yang cukup kuat untuk menjerat mereka dengan hukuman yaitu uang ribuan rupiah dan kartu remi. Lengkaplah sudah penderitaan anak-anak ini.
Ditengah tangisan dan perasaan takut yang mengelayuti mereka berempat, polisi mencoba mengungkap motif yang mendasari perbuatannya. Tetapi, alangkah mengejutkannya, mereka berjudi bukan untuk senang-senang, melainkan mereka mengumpulkan hasil kemenangan judi untuk membayar uang sekolah!
Ironi memang mendengar hal tersebut. Ditengah perbuatan tidak tercela yang dilakukannya, tersimpan niat mulia untuk melanjutkan sekolah. Lalu siapakah yang salah dengan keadaan semua ini. Jawabanya tentu sangat komplek, selain masalah pendidikan moral yang kurang bermakna, orang tua tidak bisa menjadi teladan anak, hingga lingkungan sekitar sekolah yang tidak kondusif.
Jangan biarkan anak menjadi korban keambisian program pendidikan, orang tua, dan pemuas nafsu lingkungan sekitar anak.
Subscribe to:
Posts (Atom)