Wednesday, July 31, 2019

ALHAMDULILLAH, KAMU RAJANYA…


ALHAMDULILLAH, KAMU RAJANYA…
                                                                 Oleh : Iwan Gunawan,                                                           
Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda: Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklah dia berkata baik atau diam.

Manusia diciptakan Allah di antara dua sifat, yaitu antara kelemahan dan kemuliaan. Manusia harus menyadari bahwa dirinya diciptakan dengan segala keterbatasan baik fisik maupun pikiran. Sementara itu, manusia juga diberikan kemuliaan dengan berbagai kelebihan dibandingkan makhluk lainnya. Kelemahan dan kemuliaan ini diberikan bersamaan kepada diri manusia oleh Allah.
Inilah suatu keseimbangan yang diberikan Allah kepada manusia, antara kelemahan dan kemuliaan. Diberikan kelemahan agar manusia lebih waspada dalam bertindak, tidak takabur, dan selalu merasa memerlukan pertolongan Allah dalam kehidupannya.
Tetapi adakalanya, manusia tidak menyadari kelemahannya, dan lebih cenderung mengagungkan kelebihan dirinya sendiri, sehingga terkadang menganggap rendah manusia lainnya.
Murid kita adalah manusia-manusia dengan berbagai kelebihan dan kelemahan. Berbagai kelebihan dan kelemahan ini menyatu dalam suatu wadah pendidikan yang disebut sekolah. Sekolah lah tempat mereka mengasah dan belajar akan pentingnya kepekaan, kepedulian dan penghargaan terhadap sesama tanpa adanya diskriminasi dan tekanan. Sekolah punya peran besar untuk menjadikan mereka sebagai mahluk yang rakhmatan lil alamin (bermanfaat bagi seluruh umat manusia dan alam sekitarnya).
Mengajarkan murid untuk bisa menerima keadaan orang lain memang tidak mudah. Apalagi bila siswa dihadapkan pada pergaulan dengan murid yang mempunyai kelemahan atau berbeda dengan dirinya, baik dilihat dari fisik, kondisi psikologis ataupun kelemahan lainnya. Kelemahan-kelemahan ini biasanya dijadikan bahan ejekan dan sindiran di antara siswa kita terhadap siswa yang memiliki kelemahan tersebut.
Mengganggu, mengejek, mengintimidasi (mengancam) atau merendahkan disebut dengan tindakan bullying. Bullying termasuk dalam kategori  sikap kekerasan terhadap anak-anak. Guru sebagai orang yang berinteraksi langsung dengan siswa harus tahu bahwa tindakan tersebut dapat berdampak pada murid-murid yang diganggu, murid yang menggertak/mengejek, dan bahkan mereka (murid-murid) yang melihat atau menyaksikan bullying.
Bullying terkait dengan dampak negatif, yaitu berdampak pada kesehatan mental, penggunaan narkoba, dan bahkan motivasi untuk bunuh diri. Oleh sebab itu, sangat penting bagi guru untuk berbicara dengan cara yang bijak dan memberikan pengertian secara halus kepada para muridnya, untuk menjelaskan bahwa tindakan mengejek, merendahkan, mengganggu dan  mengintimidasi adalah suatu perbuatan yang dapat menimbulkan kekhawatiran.
Kondisi seperti ini, pernah muncul ketika siswa dihadapkan pada pembahasan materi IPS (ilmu pengetahuan sosial) tentang keragaman suku bangsa di Indonesia. Guru sebagai ‘fasilitator’ memiliki kewajiban untuk menjelaskan karakteristik dari suku bangsa-suku bangsa tersebut, termasuk ciri fisik dan adat istiadatnya secara objektif.
Sikap mengejek biasanya akan muncul apabila ada siswa yang mempunyai kemiripan fisik dengan suku bangsa tertentu, seperti warna kulit yang hitam dan rambut keriting. Siswa ini biasanya akan jadi bulan-bulanan siswa lainnya.
Guru sebagai orang yang punya peran dalam mengendalikan pembelajaran, tidak boleh membiarkan kondisi ini terus berlangsung dalam pembelajaran, akan tetapi guru harus mengambil peran sebagai wasit (arbitrase) yang tidak menghakimi para siswanya.
Ada satu cara ampuh yang bisa dicoba oleh para guru ketika menghadapi siswa yang mendapat ejekan dari teman-temannya. Cara ini sebenarnya bersumber dari gaya Rosulullah ketika mengalami ejekan dari Kaum Yahudi dengan ucapan "Assamu'alaikum" yang berarti "Semoga kematian menimpa kalian", memplesetkan ucapan salam milik Umat Islam "Assalamu'alaikum". Rosulullah memerintahkan umat Islam untuk menjawab salam mereka dengan ucapan "wa'alaikum" yang artinya "Dan juga menimpa kalian".
Cara yang diajarkan Rosulullah ini, memberikan suatu isyarat kepada kita bahwa guru harus bisa menanamkan etika yang baik kepada para anak didiknya untuk membalas ejekan yang buruk dengan kata-kata yang bijaksana dan tidak menghina.
Betapa banyak cara yang bisa ditempuh guru untuk menterjemahkan gaya Rosulullah ini dalam mengatasi masalah yang muncul di  pembelajaran, yang dalam hal ini adalah ejekan. Salah satunya –pernah dilakukan oleh penulis- dengan mengajarkan kepada semua siswa untuk mengucapkan “Alhamdulillah” ketika diejek dan diikuti pula dengan ucapan “kamu rajanya”.
Konversi jawaban ini tampaknya sederhana, tetapi apabila dicermati dengan benar, maka kita akan mendapatkan bahwa cara ini adalah ‘cara halus dan bijaksana ’ untuk membalas ejekan tanpa menghina dan merendahkan ‘sang pengejek’ secara langsung. Sebagai contoh, ketika seorang siswa diejek (maaf..ini hanya contoh) “Dasar kamu  monyet !”,  maka guru bisa mengajarkan kepada siswa yang diejek untuk menjawab ejekan tersebut dengan ucapan “Alhamdulillah, kamu rajanya”, tanpa perlu ada embel-embel lain, apalagi hinaan tambahan.
Jawaban “Alhamdulillah, kamu rajanya” mengandung arti bahwa ‘sang pengejek’ diajak untuk memposisikan dirinya sendiri (baik secara langsung atau tidak) sama dengan bahan ejekannya, yang dalam hal ini adalah “monyet” tetapi bergelar “raja monyet”.
Efek balik (feed back) yang timbul dari jawaban ini biasanya hanya akan memakan waktu beberapa detik setelah ejekan disampaikan. Sebab ‘sang pengejek’ akan menyadari bahwa jawaban yang diterima sebenarnya telah menghina dan merendahkan dirinya dirinya sendiri, tetapi dengan cara dan bahasa yang tidak kasar (vulgar). Cara ini lebih menyakitkan siswa yang mencaci dibanding membalasnya dengan cacian yang berlebihan. Akibat akhir dari hal ini biasanya siswa akan segera menghentikan ejekannya.
Jawaban “Alhamdulillah, kamu rajanya” hanyalah satu bagian kecil dari kecerdasan emosi yang bisa kita ajarkan kepada para siswa. Bukan untuk merendahkan tetapi untuk menyadarkan bahwa  perbuatan yang mereka lakukan adalah tidak baik.
Hal yang terpenting dari cara ini adalah bahwa kita telah mengajarkan kepada para siswa  untuk menerima setiap ejekan/hinaan  dengan lapang dada, sabar dan tidak emosional, serta menanggapinya secara rasional.
Jadi betapa indahnya cara Rosulullah bersikap terhadap sebuah ejekan, Lalu maukah kita memulai menggunakan cara yang diajarkan Rosulullah guna mengatasi masalah dalam pembelajaran kita? Wallahu ‘alam bishowab.

0 comments:

 

WHEN SUHENG TALK... Template by Ipietoon Cute Blog Design