Monday, May 12, 2008

Moral dan Agama

Oleh :
Asra Virgianita
Sedang Menempuh Program Doktor di Universitas Meijigakuin, Jepang

Sesungguhnya nilai mana yang lebih memengaruhi tingkah laku manusia? Moral atau agama?
Pertanyaan ini terus mencuat dalam pikiran saya ketika mengalami dua kejadian di dua tempat dengan dua akhir cerita yang berbeda. Cerita pertama ketika saya harus merelakan dompet saya berpindah tangan.

Waktu itu merupakan hari terakhir anak saya dirawat di salah satu rumah sakit di Jakarta. Ketika saya hendak menemui suami yang datang membesuk, dompet saya terjatuh tanpa saya sadari. Dalam hitungan menit, saya kembali ke ruangan di depan nurse station tempat saya merasa dompet terjatuh.

Hasilnya tentu bisa diduga dompet saya sudah tidak ada dan tak satu pun orang yang saya tanya di sekitar tempat tersebut merasa melihatnya. Saya tentu saja sangat kaget dan kalut karena di dompet tersebut semua kartu identitias dan kartu bank terselip di dompet itu. Ditambah lagi saya harus membayar biaya perawatan anak saya keesokan harinya.

Saya sempat berharap akan ada seseorang yang mengembalikan dompet tersebut, tapi harapan itu sia-sia. Beberapa teman dan sanak keluarga mengatakan pada saya relakan saja. Mungkin yang mengambil lebih membutuhkan. Saya tentu saja sudah mengikhlaskan dompet tersebut, tapi rasanya ada sesuatu masalah yang belum selesai walau kejadian itu sudah terjadi 2-3 tahun yang lalu.

Berbeda sekali dengan cerita saya yang kedua ini. Waktu itu saya sedang berjalan-jalan dengan kedua anak saya di salah satu taman di Jepang. Karena keasyikan berjalan sambil menikmati pemandangan saya tidak menyadari kalau saya meninggalkan tas saya begitu saja.

Kurang lebih setengah jam kemudian saya baru tersadar bahwa tas saya tertinggal. Dengan tergesa-gesa saya kembali ke tempat semula. Sayangnya sampai di sana tas saya sudah tidak ada. Saya sudah membayangkan kerepotan yang akan saya alami bila tas tersebut tidak saya temukan. Tapi, ini bukan akhir cerita.

Saya kemudian memutuskan ke kantor polisi yang berada tak jauh di sekitar tempat tersebut walaupun dalam benak saya kemungkinan tas saya kembali sangat kecil mengingat tempat tersebut adalah tempat rekreasi umum.

Tapi, sungguh di luar dugaan ketika saya tiba di kantor polisi, mereka langsung menyambut saya dan mengatakan tas Anda sudah berada di sini. Sungguh lega sekali. Para polisi tersebut mencoba mencari nomor kontak saya, tapi tak ada catatan nomor telepon yang bisa mereka dapatkan dari isi tas tersebut.

Para polisi tersebut mengatakan mereka memahami kekhawatiran saya karena semua identitas dan kartu bank ada di dalam tas tersebut. Betapa sejuknya mendengar mereka mengucapkan itu.

Tas saya ternyata ditemukan oleh seorang bapak yang kemudian membawanya ke kantor polisi. Para polisi itu meminta saya untuk menghubungi bapak tersebut untuk menyampaikan bahwa tas yang dia temukan sudah kembali kepada orang yang memilikinya.

Pengalaman ini bukan sekali saja terjadi pada saya di Jepang. Suatu hari telepon seluler saya terjatuh di bus umum dan dalam hitungan jam petugas pelayanan bus tersebut sudah mengontak saya untuk mengambil telepon yang sudah berada di tangan pengelola bus.

Bagi masyarakat Jepang, barang yang hilang atau ketinggalan dan dapat kembali adalah sesuatu yang biasa. Sebaliknya di negara kita, hal seperti itu adalah sesuatu yang luar biasa. Mengapa dua cerita ini menghasilkan akhir cerita yang berbeda? Apakah klaim bahwa hal ini merupakan fenomena negara berkembang/miskin dan negara maju bisa menjadi justifikasi dua akhir cerita ini?

Tapi, mengapa negara dengan masyarakat yang notabene tak mengenal agama bisa lebih menghargai dan menjaga hak orang lain, sementara di negara kita yang mayoritas penduduknya beragama Islam, dengan nilai-nilai agama yang sering kali dicap keras oleh masyarakat Barat, persoalan barang yang hilang dan dapat kembali seolah-olah telah menjadi tabu dalam kehidupan kita?

Saya percaya sesungguhnya nilai agama yang lebih luas dan dalam dari sebuah moral yang berlaku di masyarakat harusnya bisa lebih menjadi pegangan dan pengontrol segala tindakan yang kita lakukan. Agama dan moral adalah dua kata yang tidak dapat dipisahkan. Keduanya juga berkaitan dengan masalah nilai. Tapi, lagi-lagi saya gagal untuk bisa mencari jawaban atas akhir dua cerita di atas.

Semakin saya mencoba mencari penjelasan atas dua akhir cerita tersebut, semakin saya berada dalam gulungan benang kusut dan sulit sekali mencari di mana letak ujung benangnya. Negara kita yang diklaim sebagai negara yang tingkat korupsinya tinggi, semakin memperparah kusutan benang itu.

Satu-satunya yang ada dalam pikiran saya saat ini adalah rasanya kita perlu memikirkan bagaimana mendidik generasi bangsa yang tidak hanya tahu agama dan memiliki identitas agama, tapi lebih jauh bisa berjiwa dan berperilaku sesuai dengan nilai dan tuntunan agama. Agama harusnya diyakini sebagai pagar dan pedoman bagi kita dalam berperilaku baik itu dalam hubungan kita dengan Tuhan maupun dengan keluarga, masyarakat, dan negara.

Jangan-jangan saya dan Anda masih termasuk golongan orang yang tahu dan mempunyai identitas agama, tapi belum memiliki/berjiwa agama. Oleh karena itu, mari kita mulai dari diri kita untuk berusaha mengimplementasikan nilai agama dalam kehidupan kita sehari-hari dan menanamkan kebiasaan yang baik sehingga bisa menjadi contoh bagi generasi penerus kita.

Jika ini bisa dilakukan, saya yakin dua akhir cerita di atas tidak akan mengalami perbedaan. Akan tetapi, sebaliknya jika tidak kita lakukan, maka perbedaan dua akhir cerita di atas akan terus terjadi dan akan menambah kesenjangan negara kita dengan negara maju. Tidak hanya dalam hal ekonomi, tapi juga kesenjangan moral yang seharusnya menjadi fondasi bagi kita untuk bisa berkembang menjadi negara yang maju dan kuat secara politik, ekonomi, dan sosial.

1 comments:

Anonymous said...

Tulisan artikel di blog Anda bagus-bagus. Agar lebih bermanfaat lagi, Anda bisa lebih mempromosikan dan mempopulerkan artikel Anda di infoGue.com ke semua pembaca di seluruh Indonesia. Salam Blogger!
http://www.infogue.com/
http://agama.infogue.com/moral_dan_agama

 

WHEN SUHENG TALK... Template by Ipietoon Cute Blog Design