Monday, October 1, 2007

'Bullying' Bentuk Kebobrokan Mental

Posted on: 01 May 2007 by ypha
JAKARTA (Media): Terjadinya bullying atau aksi intimidasi fisik, verbal, maupun psikologis yang terjadi di sekolah akibat krisis pendidikan karakter dan budi pekerti. Bullying harus dianggap sebagai musuh bersama.Menteri Pemberdayaan Perempuan Meutia Hatta Swasono menyampaikan hal itu kemarin di Jakarta. Menurutnya, orang tua harus sadar dan paham bahwa bullying bukan sekadar permainan yang dilakukan anak-anak pada teman sebayanya.

"Bila dilihat lebih jauh, bullying telah berakar pada kebobrokan mental akibat kurangnya pendidikan karakter dan budi pekerti," kata Meutia dalam acara workshop nasional bertema Intervensi efektif untuk mengurangi bullying di sekolah-sekolah, di Jakarta, kemarin.Lebih lanjut Meutia menjelaskan, sesungguhnya bullying adalah awal dari suatu teror berkepanjangan yang perlu diatasi dengan gerakan masyarakat secara menyeluruh.

Seluruh komponen masyarakat mulai dari orang tua, pendidik, lingkungan masyarakat, hingga media massa harus punya peran untuk menghentikan bullying.Tidak sedikit kasus bullying di sekolah yang akhirnya menimbulkan trauma besar bagi siswa untuk melanjutkan pendidikan. Beberapa contoh bullying seperti kasus seorang guru SD di Bali menjewer seorang murid hingga telinganya luka. Kasus lain terjadi di Banten, seorang guru memukul kepala muridnya dengan penghapus gara-gara ketahuan mencontek saat ula-ngan.Dan belakangan ini kasus bullying yang menjadi isu nasional adalah kematian praja Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) Cliff Muntu akibat kekerasan yang dilakukan oleh praja maupun pem-bimbingnya.Meutia menambahkan, komite sekolah atau dewan pengawas harus berperan aktif memantau indikasi kasus-kasus bullying yang terjadi di sekolah.

Organisasi-organisasi bentukan sekolah bukan hanya sekadar pelengkap atau perhiasan sekolah. Organisasi itu harus berperan aktif menciptakan demokrasi di sekolah."Demikian juga media televisi, dapat berperan dalam mengurangi aksi-aksi bullying, melalui tayangan yang menanamkan nilai-nilai keluhuran budi pekerti dan menonjolkan aspek pendidikan bangsa," saran Meutia.Untuk itu Komisi Penyiaran Indonesia, Departemen Komunikasi dan Informatika, serta asosiasi televisi swasta harus mengawasi konten produk-produk hiburannya.

Antidemokrasi Dalam kesempatan sama, Direktur Pembinaan Sekolah Luar Biasa Departemen Pendidikan Nasional Eko Djatmiko menambahkan bahwa perlu ada pengawasan dari pihak luar atau organisasi masyarakat mengenai kemungkinan terjadinya bullying di sekolah. "Bila perlu, mereka dapat mengadukan pelakunya ke polisi," kata Eko.Idealnya, pengawasan dari pihak-pihak luar itu dilakukan pada masa penerimaan siswa atau mahasiswa baru. "Jangan sampai sudah ada korban meninggal baru bertindak.

Tapi bagaimana inisiatif itu muncul sejak awal," lanjutnya.Apalagi pemerintah telah mengeluarkan beberapa undang-undang (UU) seperti UU Perlindungan Anak dan UU Sisdiknas yang bertujuan membangun manusia yang demokratis.
"Bullying jelas-jelas antidemokrasi."Ketua Yayasan Semai Jiwa Amini (Sejiwa) Diena Haryana menambahkan, terjadinya bullying memang bertujuan membuat korban merasa kecil, marah, takut, atau tidak berarti. "Intinya you are nothing, i am something. Maka orang tua harus bisa mengajari anak-anak bagaimana menanamkan rasa hormat dan toleransi terhadap perbedaan," tukasnya. (Isy/H-4)(Sunday, 29 April 2007, Media Indonesia, Page : 7, Size : 539.3333 mmc Circulation : 250,000, Author: Unknown)

0 comments:

 

WHEN SUHENG TALK... Template by Ipietoon Cute Blog Design